Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) meminta agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera menyiapkan aturan petunjuk teknis (Juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak) kegiatan inspeksi kelayakan peti kemas serta verifikasi berat kotor peti kemas atau verification gross mass (VGM).
“Supaya tidak simpang siur implementasinya, beleid itu perlu juklak dan juknisnya. Selain itu Kemenhub supaya lebih intensif menyosialisasikan PM 53/2018 sebelum implementasi pada awal 2019,” kata Ketua Umum AKKMI Capt. Sato M.Bisri, kepada pers, di Jakarta.
Menurut Sato, juknis dan juklak inspeksi petikemas merupakan aturan turunan pasca Permenhub No:53/2018 tentang Kelaikan Kontainer dan Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi yang terbit pada 7 Juni 2018 lalu.
Mantan Adpel Tanjung Priok ini juga mengungkapkan, juklak dan juknis diperlukan agar semua unsur yang terlibat beleid itu memahami dengan tetap mengacu aturan Internasional tentang Convention for Save Containers (CSC) 1972 serta perundang-undangan yang berlaku di negara ini. Sehingga inspektor yang ditunjuk nantinya dapat mengawasi kelaikan peti kemas sesuai kompetensinya.
“Untuk memastikan keselamatan pelayaran, setiap petikemas yang digunakan sebagai bagian dari alat angkut harus memenuhi persyaratan konvensi CSC 1972, yakni peti kemas wajib dilengkapi dengan tanda lulus berupa plat pengesahan keselamatan (safety approval plate) yang ditempelkan permanen pada tempat yang mudah terlihat dan tidak mudah rusak,” katanya.
Capt. Sato menegaskan, Indonesia sudah meratifikasi konvensi CSC 1972 melalui Keputusan Presiden No. 33/1989 serta melalui Undang-Undang No.17/2008 tentang Pelayaran yang menjadi payung hukum persyaratan kewajiban kelaikan kontainer sesuai pasal 149 ayat 910. “Kelaikan petikemas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi seluruh stakeholders dalam memberikan jaminan keselamatan dan keamanan,” ucapnya lagi. (ip/**)