INSA Jaya mendorong supaya Kemenhub memperhatikan pengembangan pelabuhan Marunda di Jakarta Utara. Mengingat, arus kunjungan kapal dan volume kegiatan bongkar muat barang melalui pelabuhan ini sangat besar, misalnya pada tahun 2017 lalu mencapai sekitar 33 juta ton.
Kemenhub perlu melakukan penataan ulang terhadap pelabuhan Marunda, apakah pelabuhan ini akan dijadikan sebagai penopang Tanjung Priok, atau pelabuhan yang berdiri sendiri. Hingga saat ini ada kesan, Kemenhub belum total menyentuh perubahan Marunda.
Dirjen Hubla diharapkan segera mengambil langkah-langkah positif untuk kemajuan pelabuhan Marunda tersebut.
“Apa polecy kedepannya pihak Kemenhub terhadap Marunda. Bagaimana rencana induk pelabuhan (RIP)-nyam dan kalau belum ada RIP-nya apa polecy-nya. Itu yang lebih penting, karena Ditjen Hubla sebagai penentu kebijakan kepelabuhanan harusnya melihat potensi yang ada di Marunda,” kata Capt. Supriyanto, Sekretaris DPC INSA Jaya kepada Ocean Week, di Jakarta, Rabu (2/5) siang.
Menurut salah satu manager di pelayaran Samudera Indonesia ini, dari pada Kemenhub sekarang ribut-ribut dengan pelabuhan-pelabuhan yang mangkrak, lebih baik fokuskan kepada pelabuhan-pelabuhan yang potensi ekonominya tinggi, salah satunya Marunda.
“Bayangkan saja, kalau setiap bulan ada 300 call, dan tahun 2017 lalu bongkar muat mencapai 33 juta ton, serta sudah wajib pandu-tunda. Apa lagi yang diragukan, jangan hanya terus mengevaluasi yang nggak ada ujungnya,” ungkap Priyanto kesal.
Priyanto juga mengkhawatirkan, kalau Kemenhub tidak secepatnya mengambil keputusan mengenai pelabuhan Marunda mau diapakan kedepan, bisa-bisa kongesti. “Kalau Marunda nggak ada, bongkar muat break bulk akan dimana, sementara di pelabuhan Tanjung Priok untuk kegiatan bongkar muat komoditi tersebut sangat minim,” ujarnya.
Seperti diketahui, bahwa di pelabuhan Marunda, sudah ada sejumlah terminal, antara lain MCT (sudah BUP), dan KCN (sudah BUP). Sedangkan Kaliblencong dan Alfa, masih dalam pengelolaan pemerintah.
Capt Supriyanto berharap, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memperhatikan potensi Marunda, karena pelabuhan menjadi alternatif pelaku usaha untuk kegiatan break bulk, mengingat Tanjung Priok lebih banyak menangani petikemas. (***)