Gabungan pengusaha angkutan sungai, danau dan penyeberangan (Gapasdap) menyesalkan pemerintah (Kemenhub) yang telah memberi ijin lintasan penyeberangan pada rute Tanjung Wangi, Banyuwangi – Lembar, Nusa Tenggara Barat.
“Lintasan penyeberangan laut dari Tanjung Wangi di Ketapang Banyuwangi menuju pelabuhan Gili Mas di Lembar sangat kami sesalkan keberadaannya. Karena itu langsung mematikan 2 lintasan penyeberangan yang berhimpitan sekaligus yaitu lintasan Ketapang Gilimanuk dan Padangbai Lembar,” kata ketua umum Gapsdap Khoiri Soetomo kepada Ocean Week, Rabu malam (19/8) menanggapi dibukanya lintasan tersebut yang beberapa waktu lalu sudah dilakukan ujicoba pelayaran perdana oleh kapal milik PT Atosim.
Khoiri bercerita bahwa setelah sekian lama usaha sektor penyeberangan ini menderita kelebihan perijinan kapal yang digelontorkan pemerintah sejak terbitnya PM 80 tahun 2014 sehingga hari operasi kapal kurang dari 50% dalam sebulan, kemudian mulai Maret industri Penyeberengan terkena dampak pandemi covid, sekarang dampak pandemi belum pulih sudah terkena pesaing langsung yang menyedot pasar sangat besar karena lintasan tersebut dipotong secara langsung dan tidak ada keseimbangan yang baik dari Kemenhub sehingga sangat mematikan 2 lintasan yang telah ada selama ini (Padangbai-Lembar dan Ketapang-Gilimanuk).
Karena itu, Gapasdap dengan terpaksa berkirim surat kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, sekaligus menginformasikan bagaimana kondisi bisnis kapal penyeberangan di kedua lintasan tersebut.
“Kami (Gapasdap) tanggal 18 Agustus 2020, berkirim surat ke Pak Menhub (Budi Karya Sumadi-red) soal ini,” ujar Khori dibenarkan Aminudin (Sekjen).
Pihaknya juga menyampaikan kondisi usaha operasional kapal pada kedua lintasan itu yang sangat tidak kondusif akibat adanya kebijakan Kebijakan Kementerian Perhubungan RI membuka lintasan angkutan laut dari Pelabuhan Tanjung Wangi Banyuwangi (Propinsi Jawa Timur) – Lembar (Propinsi Nusa Tenggara Barat) yang mulai beroperasi pada awal bulan Agustus 2020.
Khoiri maupun Aminudin menyampaikan bahwa pada lintasan Ketapang-Gilimanuk
jumlah kapal yang beroperasi sebanyak 58 kapal per hari diberangkatan 470 trip pemberangkatan kapal per 7 menit, selama 24 jam non stop.
Ada 25 perusahaan operator yang berusaha di lintasan-lintasa tersebut. Melibatkan 2000 SDM dalam pelayanan penyeberangan.
“Kini mereka terancam menganggur, karena berbagai hal yang menimpa usaha ini,” ungkapnya Khoiri menegaskan.
Sementara pada lintasan Padangbai-Lembar, jumlah kapal yang beroperasi 45 kapal per hari diberangkatkan 32 Trip per hari, pemberangkatan kapal per 90 menit, selama 24 jam non stop. Perusahaan operator kapal berjumlah 22.
“SDM yang terlibat dalam pelayanan penyeberangan kurang lebih berjumlah 1.500 (seribu lima ratus) orang,” ucapnya lagi.
Tarif dikedua penyeberangan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan, sehingga ada kepastian besaran tarif yang harus dibayarkan oleh pengguna jasa.
Sekali lagi Khoiri dan Aminudin menegaskan bahwa lintasan angkutan laut Tanjungwangi Banyuwangi – Lembar NTB merupakan lintasan yang baru yang berhimpitan dengan lintas penyeberangan Ketapang Banyuwangi – Gilimanuk Bali dan Padangbai – Lembar.
Dengan beroperasinya trayek baru tersebut sangat berdampak atau berperanguh terhadap penurunan jumlah muatan sampai berkisar antara 20% samapi 30%, baik Lintasan Ketapang-Gilimanuk maupun Lintasan Padangbai-Lembar.
Parahnya lagi terjadi situasi dan kondisi yang tidak kondusif dari karyawan darat operator pelayaran di kedua pelabuhan lintas penyeberangan itu akibat saling berebut muatan kapal.
Karena itu pula berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, bisa-bisa tak lagi kuat membayar gaji karyawan, bahkan mem-PHK para pegawainya.
Pemerintah (Kemenhub) mestinya secara bijak memikirkan dampak dari semua itu. Dengan dibukanya lintasan baru itu, muatan kapal di kedua lintasan lama tak bisa lagi mencapai diatas 60%, dan hal itu berdampak buruk bagi usaha penyeberangan yang ada.
Situasi dan kondisi tersebut, tegas Khoiri, pastinya akan berdampak pada faktor pelayanan dan keselamatan pelayaran.
Sebab itu, GAPASDAP berharap Menhub (Budi Karya Sumadi) segera meninjau kembali kebijakan yang dapat menghancurkan industri penyeberangan yang punya fungsi real tol laut, penopang perekonomian nasional dan fungsi infrastruktur yang telah dibangun selama puluhan tahun.
“Jangan sampai terlambat dan akhirnya akan berdampak sangat buruk terhadap jaminan kontinuitas layanan, keselamatan transportasi pelayaran penyeberangan dan keberlangsungan usaha. Sebab, tugas utama kemenhub adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif, mengatur keseimbangan pasar, menjamin keberlangsungan usaha dan menjamin keselamatan transportasi,” katanya.
Khoiri Soetomo menyadari bahwa persaingan usaha memang diperlukan dalam semua industri agar terjadi peningkatan pelayanan dan terjaminnya harga yang wajar sesuai keinginan konsumen, namun tetap harus diatur keseimbangan dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek demi kepentingan seluruh pemangku kepentingan secara nasional, bukan membiarkan industri ini lepas kendali tanpa pengaturan keseimbangan.
“Harmonisasi antar instansi baik di dalam kemenhub maupun dengan kementrian lain sangat diperlukan untuk stabilitas dan keseimbangan. Bukan membiarkan masing-masing direktorat Jendral untuk bersaing mementingkan ego sektoral nya. Dunia usaha pasti akan mengikuti semua aturan yang ditetapkan pemerintah,” jelasnya.
Dengan melihat situasi dan kondisi penyeberangan di lintasan Ketapang-Gilimanuk dan Padangbai-Lembar, sekali lagi Gapasdap berharap Menhub bersedia mengkaji dan mengevaluasi kembali kebijakan rute penyeberangan Tanjung Wangi – Lembar supaya lintas penyeberangan yang ada yang telah menjadi tumpuan masyarakat ini betul – betul bisa berkembang dan terjaga kondisi usaha yang kondusif.
“Jangan karena kepentingan kecil mengorbankan yang lebih besar,” ungkap Khoiri Soetomo. (***)