Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jenderal (Purn) TNI Moeldoko meminta agar pemerintah berhati-hati dalam memutuskan impor beras sebanyak 500 ribu ton, karena pada bulan Februari mulai memasuki panen raya.
“Saya tadi ke Pasar Gede (Solo-red), sempat ngobrol dengan para pedagang. Ternyata di sini kenaikan harga beras sekitar Rp 2.000-2.500 per kg,” kata Zulkifli, di Solo, seperti dikutip dari Antara, Minggu (14/1).
Zulkifli berharap pemerintah mengoptimalkan stok beras yang ada pada Perum Bulog segera dihabiskan untuk digunakan operasi pasar besar-besaran. “Kasihan masyarakat, sekarang ini harga beras naik, harga gas naik, listrik naik,” katanya.
dia juga mengingatkan, jika impor beras (impor), sebaiknya jangan didatangkan dulu. “Taruh di luar negeri dulu, karena kalau masuk dan bersamaan dengan panen raya maka harga bisa hancur,” ujar Zulkifli.
Pemerintah sebelumnya menyatakan Indonesia sudah swasembada pangan, suatu capaian ketahanan pangan yang juga disumbang peran serta TNI.
Kalaupun harus membeli beras dari luar negeri, menurut dia, akan lebih tepat digunakan sebagai stok atau cadangan ketika di dalam negeri sedang tidak ada stok.
Sebelumnya, menurut salah satu pedagang beras di Pasar Legi, Ali, untuk beras premium kini naik harga menjadi Rp 11.500 per kg – Rp 13.000 per kg dari yang seharusnya di kisaran Rp 11.000 per kg.
Sedangkan untuk beras kualitas medium, dia katakan, harganya mencapai Rp 10.000-11.000 per kg, yang melebihi HET pemerintah, yaitu Rp 9.450 per kg.
Terkait kenaikan harga itu, mereka tidak mengetahui secara pasti karena dari distributornya harga beras sudah tinggi.
Jangan Resahkan Masyarakat
Sementara itu Ketua Umum HKTI Moeldoko menilai impor beras yang akan didatangkan dari Thailand dan Vietnam pada akhir bulan ini harus berhati-hati. Jangan sampai berita keputusan impor sebesar 500 ribu ton ini membuat resah masyarakat dan petani. Sehingga harga gabah anjlok saat panen raya sebentar lagi.
“Ini yang perlu dipahami, berdasarkan grafik nasional, panen yang paling bagus adalah Februari sampai April. Karena fotosintesisnya bagus, curah hujan juga bagus. Dan bulan Maret-April adalah peak panen. Jangan sampai karena isu impor harga dari petani rusak,” ujar Moeldoko di Jakarta.
Impor beras, ungkapnya, bisa saja dilakukan jika produksi beras di dalam negeri memang mengalami kekurangan. Namun menurutnya produksi beras masih cukup. “Jika impor beras hanya karena masalah harga beras yang naik di pasaran, maka yang harus diperbaiki adalah tata kelola distribusi beras. Apalagi, pada Februari mendatang akan mulai ada panen di sejumlah daerah. Saat panen, harga gabah dan beras akan turun lagi,” ujarnya.
Moeldoko mengakui, grafik panen setelah April hingga Agustus cenderung menurun. Oleh sebab itu, harus dilakukan upaya agar grafik panen ini tidak naik turun, melainkan selalu ada panen di setiap bulan.
“Jadi solusinya harus tiada hari tanpa panen. Harus selalu ada panen. Selain itu, perlu dibangun storage-storage di daerah-daerah untuk cadangan beras selain mengandalkan gudang milik Bulog,” ungkap Moeldoko. (Ant/***)