Indonesia National Shipowner’s Association (INSA) menyatakan pendangkalan di pelabuhan Pulau Baai si Bengkulu dan juga di beberapa pelabuhan lain, seperti Belawan, Pangkal Balam, Pontianak, Tanjung Pandan, dan Dumai menjadi problem bagi pelayaran, karena mengurangi daya muat kapal sehingga tidak optimum.
Hal itu disampaikan Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP INSA kepada Ocean Week, di Jakarta, Jumat sore. “Menjadi tugas pemerintahlah yang menyiapkan alur pelabuhan, dan BUP yang bertanggung jawab menjaga kedalaman kolam pelabuhan,” ujar Carmelita.
Carmelita juga mengatakan bahwa dalam berbagai kesempatan berdiskusi dengan pemerintah, dalam hal ini kementerian perhubungan melalui dirjen perhubungan laut, INSA sudah sering menyampaikan keluhan anggotanya mengenai pendangkalan alur pelayaran. “Namun mereka (Kemenhub dan BUP) mengalami kendala anggaran. Kadang kala diserahkan pada BUP. Apalagi dengan kondisi pengurangan anggaran seperti saat ini, pasti berat,” ungkap Carmelita.
Sehingga, menurut Ketua Umum DPP INSA ini, adalah kolaborasi swasta dan pemerintah bisa menjadi solusi yang baik. “Apabila ada swasta yang bisa melakukan pengerukan, maka pemerintah akan menyiapkan ijinnya,” katanya.
Seperti diketahui bahwa baru-baru ini, Wakil Gubernur propinsi Bengkulu telah bertemu dengan Menhub Dudy Purwaghandi. Wakil Gubernur minta kepada Menhub supaya memperhatikan pendangkalan alur pelayaran yang terjadi di pelabuhan Baai Bengkulu.
Namun, permintaan Wagub tak memperoleh jawaban pasti dari Menhub, terutama soal pengerukan alur.
Pendangkalan alur tersebut menjadikan kapal harus zig-zag untuk keluar masuk pelabuhan. Kapal juga tak leluasa saat manuver di wilayah pelabuhan.
Akibat pendangkalan pelabuhan Pulau Baai di provinsi Bengkulu yang disebabkan tingginya sedimentasi dan tak dilakukannya pengerukan secara rutin, kapal-kapal tak lagi bisa beraktifitas di pelabuhan, mengingat kedalaman alur pelayaran saat ini kurang dari -3mlws.
Plt Gubernur Bengkulu H. Rosjonsyah kemudian berkirim surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto, memohon supaya dilakukan pengerukan alur dan pembangunan Tanggul Penahan Abrasi pelabuhan Pulau Baai Bengkulu.
Surat tertanggal 24 Januari 2025 juga ditembuskan kepada Menko infastruktur dan pembangunan kewilayahan, Menhub, Mendagri, Menteri BUMN, Dirjen Hubla, Deputi bidang koordinasi konektivitas Kemmen Infrastruktur dan pembangunan wilayah, ketua DPRD Provinsi Bengkulu, dirut PT Pelindo, dan kepala KSOP kelas III pulau Baai Bengkulu.

Surat itu juga menyebutkan bahwa angkutan logistik dan komoditas sumber daya alam terhambat, serta tak jarang kapal tongkang mengalami kandas.
Sebetulnya, pemprov Bengkulu sudah pula berkirim surat kepada Menhub pada Juli 2023, dan 24 desember 2024, serta kepada Dirut PT Pelindo, namun belum memperoleh tanggapan serius.
Hingga sekarang pihak KSOP maupun PT Pelindo belum melakukan pengerukan alur maupun pembangunan tanggul penahan abrasi, sehingga sekarang ini kapal jadi terhambat beraktifitas, dan hal itu sangat merugikan perekonomian nasional maupun daerah.
“Akibat kondisi itu, pemprov Bengkulu mohon agar Presiden RI memperhatikan pelabuhan Bengkulu,” kata Rosjonsyah.
Owner PT Gurita Lintas Samudera, H. Soenarto berharap pengerukan alur keluar masuk pelabuhan Bengkulu yang terjadi pendangkalan supaya segera dilakukan pengerukan.
Sebab, saat ini pelabuhan Baai Bengkulu sudah tak bisa lagi dimasuki kapal-kapal niaga berukuran besar.
“Pendangkalan alur pelayaran dan kolam pelabuhan sudah sangat serius untuk ditangani. Namun, siapa sekarang yang ditugasi melakukan pengerukan, apakah pemerintah (Kemenhub) atau BUP (Pelindo),” ujarnya bertanya-tanya.
Menurut owner PT Gurita Lintas Samudera ini, kalau pemerintah memerintahkan PT Pelindo atau swasta lainnya, apakah ada surat perintahnya, pelimpahan nya. “Kalau hanya perintah tanpa ada dokumen administrasi nya, yang disuruh ya pasti akan mikir-mikir juga, karena pekerjaan pengerukan itu syarat dengan resiko,” ungkap Soenarto.
Soenarto juga mempertanyakan, kenapa pemerintah (Kemenhub) tak lagi menganggarkan pengerukan melalui APBN seperti dulu, bahwa pekerjaan pengerukan itu didanai oleh APBN. “Mestinya ini menjadi tanggung jawab pemerintah saja, kalau diserahkan ke pengelola pelabuhan atau swasta, akan lama prosesnya,” katanya.
Soenarto berharap masalah pendangkalan alur pelayaran bisa segera diatasi.
Head regional Pelindo 2 Drajat Sulistyo saat dikonfirmasi mengenai kapan Pelindo akan melakukan pengerukan terhadap alur pelayaran maupun kolam pelabuhan, hingga berita ini ditulis belum memberi jawaban. (***)