Meski Pemerintahan Jokowi-JK menjadikan maritime sebagai salah satu pilar bangsa dan Negara RI, dan program kemaritiman banyak digulirkan dalam rangka mengembalikan kejayaan maritime Indonesia.
Namun, program itu belum mampu mendongkrak industry galangan dalam negeri, khususnya sekitar 105 perusahaan yang ada di Batam. Bahkan kata Novi Hasni, Exco Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA), sebanyak 140 ribu karyawan dari total 200 ribu sudah di-PHK.
“Kondisi galangan kapal mulai tahun 2015 hingga sekarang mengalami penurunan drastis. Hampir tidak ada yang mengerjakan project pembuatan kapal baru. Sedangkan project-project kapal dari pemerintah juga belum banyak membantu untuk menggairahkan kembali industri shipyard di Batam,” kata Novi.
Padahal, sewaktu Presiden Jokowi berkunjung ke Batam dua tahun lalu (2015), para pengusaha berharap ada angin segar bagi industry ini. Ternyata, kehadiran Presiden Jokowi itupun tak mampu mendongkrak keberlangsungan usaha galangan kapal ini.
Ketua Iperindo M. Azis kepada Ocean Week juga pernah menyatakan keprihatinannya, bahwa sekarang ini galangan kapal lebih banyak menerima order hanya maintenance kapal saja. Kalau ada order pembuatan kapal dari pemerintah, pembayarannya mengalami penundaan. “Itu sangat memberatkan industry ini,” ungkapnya.
Untuk bisa bertahan, perusahaan-perusahaan galangan besar hanya mengandalkan aktivitasnya dari perbaikan kapal/repair, melakukan efisiensi seperti pengurangan karyawan.
Situasi keterpurukan yang tengah dihadapi industry galangan, semakin sulit dengan adanya sejumlah regulasi yang dikeluarkan BP Batam, juga tingginya tariff jasa kepelabuhanan di Batam.
Pengusaha berharap Presiden mengeluarkan kebijakan yang bisa menggairahkan galangan kapal di Batam. Termasuk mendesak BUMN untuk memesan pembuatan kapal di Batam seperti yang Presiden janjikan tahun 2015 lalu.
Sementara itu, Kepala BP Batam Hatanto Reksodiputro mengatakan lesunya industri galangan kapal di kepulauan ini lebih dikarenakan ekonomi global. Hatanto menyarankan supaya mereka melakukan merger (penggabungan).
“Jadi perusahaan-perusahaan kecil harus merger, supaya bisa mempunyai kemampuan yang lebih besar. Dan ketika menjadi besar maka kita bisa undang investor besar,” katanya. (***)