Indonesian Maritime Pilots Association (Inampa) menyatakan sangat mendukung adanya pemanduan di Selat Sunda dan selat Lombok.
“Untuk TSS selat Sunda dan selat Lombok sebaiknya diwajibkan pemanduan,” kata Pasoroan Herman Harianja, Ketua Umum Inampa didampingi Capt. Syamsul Bahri Kautjil M.M (vice president INAMPA bidang hubungan antar lembaga dan institusi) kepada Ocean Week, di Jakarta, Rabu (4/11).
Capt. Syamsul justru minta agar pemerintah (Kemenhub) secepatnya mewajibkan pemanduan di Selat Sunda dan selat Lombok.
Dia mencontohkan adanya Selat antara Papua Nugini dan Australia sudah wajib pandu dengan alasan dikarenakan disitu atau di selat tersebut ada banyak karang bawah laut, dan ini bisa membahayakan kapal2 yang melintasi jika tak di pandu.
Syamsul juga menyatakan kalau Papua Nugini dan Australia saja bisa memberlakukan wajib pandu di selat kedua wilayahnya, kenapa untuk selat Sunda dan selat Lombok tidak bisa.
“Kalau selat Malaka agak sulit wajib pandu karena harus melibatkan negara lain (Malaysia dan Singapura), tapi untuk selat Sunda dan selat Lombok kan Indonesia yang diberi hak serta bisa menentukan sendiri,” ujarnya.
Apalagi pemerintah sudah mengeluarkan PM 123 /2020 untuk selat Lombok dan PM 124/2020 untuk selat Sunda.
“Kedua PM itu menyebutkan adanya pemanduan luar biasa di perairan kedua selat tersebut,” kata Syamsul.
Herman Harianja mengungkapkan pihaknya siap mensupport Kemenhub untuk SDM pandunya jika di kedua selat tersebut dilaksanakan wajib pandu.
Untuk pelaksanaannya, ujar mantan direktur Pelindo I ini, bisa oleh BUMN, BUMD, maupun swasta nasional.
“Tapi semua keputusan ada pada Kemenhub, kalau INAMPA dimintai bantuan untuk tenaga pandunya, siap saja,” kata Herman.

Seperti diketahui bahwa sejak diberlakukan Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok pada 1 juli 2020 lalu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus memberikan perlindungan untuk menciptakan keselamatan dan keamanan bagi kapal-kapal yang sedang berlayar di kedua selat tersebut dengan menetapkan sejumlah aturan.
Aturan itu, antara lain kewajiban lapor bagi kapal-kapal yang melintasi TSS Selat Sunda dan TSS Selat Lombok bagi kapal dengan tujuan menuju pelabuhan-pelabuhan Indonesia serta mengatur tata cara berlalu lintas di kedua selat itu.
Namun apakah pemerintah (Kemenhub) berencana mewajibkan adanya pandu tunda dikedua selat tersebut, Direktur Kenavigasian Perhubungan Laut, Hengki Angkasawan menyatakan bahwa untuk pemanduan di Selat Sunda dan Selat Lombok, pada saat ini Ditjen Hubla melalui Direktorat Kepelabuhanan sedang melaksanakan kajian terlebih dahulu mengenai pelaksanaan Pemanduan di kedua Selat tersebut.
“Adapun saat ini, setelah TSS ditetapkan di Selat Sunda dan Selat Lombok, Ditjen Hubla sedang fokus untuk memonitor dan memastikan pemberlakuan TSS sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Hengki kepada Ocean Week.
Hengki Angkasawan juga menyatakan bahwa jalur transportasi laut bagi kapal-kapal niaga di wilayah Asia Timur selain melalui Selat Malaka juga melalui Selat Sunda dan Selat Lombok.
Ketiga selat tersebut, ujarnya, merupakan jalur transportasi yang sangat vital dan strategis bagi pelayaran internasional, khususnya bagi negara-negara Asia Timur seperti negara China dan Jepang. “Apabila terjadi hambatan pelayaran di kawasan Selat Malaka, maka jalur alternatifnya adalah melalui Selat Sunda dan Selat Lombok,” tutur Hengki.
Untuk diketahui, Selat Sunda dan Selat Lombok juga merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang menghubungkan perairan Samudera Hindia melewati perairan indonesia.
“Penetapan ALKI ini merupakan konsekuensi indonesia sebagai negara kepulauan setelah pemerintah Indonesia Meratifikasi hukum laut internasional Unclos 1982 melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Negara Kepulauan (archipelagic state) oleh Konvensi PBB. Hal tersebut menjukkan bahwa Indonesia telah diakui oleh dunia internasional sebagai negara kepulauan yang mempunyai kedaulatan atas keseluruhan wilayah laut indonesia,” katanya lagi.
Menurut Hengki, peran strategis alur pelayaran di Selat Sunda dan Selat lombok selain sebagai jalur transportasi laut yang padat dan sering digunakan untuk pelayaran internasional, juga terdapat jalur penyeberangan yang dilalui kapal-kapal penumpang dari pulau jawa menuju pulau Sumatera dan dari pulau Jawa menuju pulau Nusa Tenggara Barat.
“Kepadatan lalu lintas di jalur Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan di laut seperti tubrukan kapal dan hal ini menuntut pemerintah Indonesia dan semua pihak-pihak terkait untuk segera mencari solusi dan menetapkan langkah-langkah guna meminimalisir terjadinya musibah di laut,” ucapnya.
Hengki menambahkan dengan ditetapkan aturan pelaporan, maka Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi di Selat Sunda dan Selat Lombok bersifat wajib, yaitu bagi semua kapal berbendera Indonesia yang melintas, menyeberangi/ memotong bagan Pemisah Lalu Lintas (TSS) melalui daerah kewaspadaan (precaution area).
Sedangkan bagi semua kapal asing yang memasuki bagan pemisah lalu lintas (TSS) Selat Sunda dan Selat Lombok sangat dianjurkan untuk berpartisipasi dalam Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi.
“Komunikasi antar kapal dalam pelayaran di Selat Sunda dan Selat Lombok harus dilaksanakan dengan percakapan yang mudah dimengerti dan singkat. Bagi TSS Selat Sunda melalui Radio VHF pada channel 22 atau 68 dengan nama panggil Merak VTS, sedangkan TSS Selat Lombok melalui Radio VHF pada channel 16 atau 68 dengan nama panggil Benoa VTS, dimana semua kapal yang melewati TSS harus sepenuhnya melaksanakan tugas jaga dengar,” jelasnya.
Kata Hengki, semua kapal yang hendak melewati jalur TSS Selat Sunda dan Selat Lombok diminta untuk memberikan informasi terkait kondisi kapal, antara lain informasi tentang ukuran kapal, baik dalam kondisi ballast maupun bermuatan dan apakah membawa kargo berbahaya serta informasi lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan aspek perlindungaan serta keselamatan dan keamanan pelayaran. (***)