Ikatan Korps Perwira Pelarayan Niaga Indonesia (IKPPNI) melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi V DPR RI, pada hari Kamis (13/11), di gedung MPR Senayan, Jakarta.
Menurut Capt. Dwiyono Soeyono, Ketua Umum IKPPNI, pihaknya membawa banyak masalah untuk disampaikan ke anggota wakil rakyat tersebut.
Namun sayang, para anggota komisi V tak banyak yang memberi tanggapan terhadap banyak problem yang diusung IKPPNI tersebut.
Hanya beberapa anggota dewan saja yang menyempatkan diri untuk memberi respon, tapi hanya tak lebih dari ucapan terima kasih atas masukan yang disampaikan IKPPNI.
Capt. Dwiyono mengungkapkan, bahwa pada tanggal 28 agustus 2018, pihaknya telah melakukan audience dengan salah satu anggota dewan Komisi V DPR RI periode 2014-2019, menyampaikan Petisi Perwira Pelayaran Niaga.
“Terobosan yang telah kami lakukan terhadap peningkatan mutu SDM dan aspek maritim antara lain, Penghapusan KTKLN bagi Pelaut dengan PTUN kan BNP2TKI tahun 2004,” katanya kepada Ocean Week, usai RDP dengan komisi V DPR RI, Kamis siang.
Lalu, ujar Capt. Dwi, RPL sejak 2012 bersama Sekolah Tinggi Pelayaran Niaga untuk menyetarakan Ahli Nautika Tingkat-2/Ahli Teknika Tingkat-2 dengan jenjang KKNI level-8 (= S2) agar muncul dan lahir dosen linier untuk politeknik Pendidikan maritim niaga.
Terobosan lain yakni melahirkan Kode Etik untuk dijadikan acuan marwah profesi Perwira Pelayaran Niaga sejak tahun 2012 ( www.ikppni.org ). Sudah melekat dalam KTA anggota sejak 2013. Dan 2019 di adopsi DJPL menjadi acuan baku kode etik Pelaut Pelayaran Niaga.
“Kemudian menggagas Komisi kehormatan kode etik dengan kriteria dan tatakelola organisasi dewan kehormatan kode etik sejak 2013. Dan 2019 dijadikan menjadi acuan baku sbg kerangka oleh DJPL. Kami juga pro aktif membentuk SatGas Pemberantasan Pemalsuan Dokumen Kepelautan sebagai antisipasi Ijazah Palsu kepelautan,” ungkapnya.
Selain itu juga menggagas berdirinya Serikat Pelaut untuk mengayomi kepentingan pelaut berCollective Bargaining Agreement sesuai persyaratan MLC 2006.
“Berafiliasi dengan 2 organisasi internasional untuk kepentingan PELAUT (World Federation Trade Union/WFTU dan International Federation Ship’s Masters Association/IFMA),” jelas Capt. Dwi.
IKPPNI juga mengusung soal penempatan ASN (aparat sipil negara), serta menginginkan adanya universitas maritim Indonesia.
“Atas dasar pengamatan akan tingginya angka kecelakaan transportasi laut yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa di laut sejak periode 2015 dan tidak juga menunjukkan perbaikan Tata kelola keselamatan pelayaran yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa tatakelola keselamatan transportasi di laut masih kurang tepat ditangani oleh dimana salah satu penyebab utama dari mis-manajemen itu adalah dikarenakan strategi penempatan SDM ASN pada posisi-posisi kunci tidak memenuhi yang disyaratakan dalam UU ASN yaitu tidak memenuhi Kompetensi, profesional dan kualifikasi sesuai disiplin ilmu yang dimiliki dalam bidang Manajemen Keselamatan Pelayaran Niaga,” jelas Capt. Dwiyono panjang lebar. (***)