Ada dua wanita tangguh dalam bisnis pelayaran yang cukup sukses di Negara masing-masing. Keduanya terjun ke sector ini dengan suatu kemiripan yakni meneruskan usaha yang telah dirintis orang tuanya.
Kalau di Hongkong kita mengenal sosok pengusaha pelayaran terkemuka Sabrina Chao (41 th) Chairman Wah Kwong Maritime Transport Holdings, sedangkan di Indonesia siapa yang tak mengenal Carmelita Hartoto, Direktur Utama PT Andhika Line yang sekaligus Ketua Umum DPP INSA.
Cerita kedua wanita cantik ini terdampar di pelayaran itupun tak jauh beda, kalau Sabrina berawal pada saat berusia 30 tahun, dimana waktu itu George Chao ayahnya (owners) terserang stroke, dan dia harus menggantikannya. Begitu pula dengan Meme (pangilan Carmelita) yang kala itu di tahun 1994, ketika Hartoto Hardikusumo ayahnya terkena serangan jantung dan kemudian wafat. Dia pun akhirnya diminta untuk meneruskan usaha yang sudah ayahnya bangun itu.
Alhasil Sabrina di usia 39 tahun sudah sangat diperhitungkan dalam kancah bisnis pelayaran. Hal serupa pun terjadi pada Meme. Setelah beberapa tahun menekuni dunia ini dari mulai bawah, Ketua umum DPP INSA inipun tumbuh sebagai pebisnis pelayaran yang cukup diperhitungkan di negeri ini.
Waktu sebelum memutuskan terjun ke bisnis pelayaran, keduanya juga sempat mampir bekerja pada perusahaan di sector keuangan.
Sabrina yang lulus di Imperial Collegei London itupun menjadikan pengalaman dua tahunnya saat bekerja di perusahaan jasa keuangan Jardine Fleming dan perusahaan auditor PricewaterhouseCoopers menjadi modalnya untuk masuk ke industri perlayaran yang dimiliki orangtuanya. Meski, pada awal meniti karir di sector ini dia merasa sangat berat bahkan sempat mau menyerah.
Namun karena bimbingan sang ayah selama 8 tahun sesembuh dari penyakit stroke pertamanya, Sabrina akhirnya tumbuh menjadi salah seorang pebisnis yang handal, dan diperhitungkan.
Dan sejak resmi diangkat menjadi pimpinan di Wah Kwong bulan Januari 2010, Sabrina lah yang mengontrol penuh salah satu perusahaan swasta terbesar pemilik kapal di Hong Kong 30 unit kapal paling modern yang menghasilkan pendapatan sekitar USD200 juta.
Sementara itu Carmelita yang juga merasa tak dipersiapkan meneruskan kerajaan bisnis ayahnya, awalnya pun harus berpikir dan bekerja keras untuk memasuki dunia yang mayoritas digeluti kaum ‘Adam’ itu.
”Mungkin waktu itu ayah saya merasa ini dunia laki-laki. Jadi, saya harus mulai belajar dari nol,” katanya.
Tahun 2002, demikian cerita Meme, babak baru di Andhika Lines dimulai. Carmelita membuat keputusan untuk lepas dari mitranya karena perbedaan visi. Tiga puluh tiga kapal yang tadinya dipunyai Andhika Lines menyusut hanya tinggal dua unit.
Tetapi, berkat keuletannya ,kini perseroan kembali dapat memiliki 9 kapal dan mengoperasikan tiga kapal lain dalam kemitraan.
Meski sudah sepenuhnya memiliki Andhika Line dan menjadi ‘big boss’, Mema tetap saja menjadi pribadi yang ramah serta bersahaja.
Namun demikian, katanya, mengelola perusahaan di Indonesia lebih berat daripada sekadar bekerja sebagai karyawan di London. Pengusaha di negeri ini juga dituntut memahami cara kerja birokrasi.
Sekarang, pada saat kondisi perekonomian sedang kurang bagus, dan cukup mempengaruhi bisnis pelayaran, dia pun tetap tegar, dan terus berusaha bersama professional di kantornya untuk bertahan dan memikirkan jalan keluarnya. “Kami harus mampu melewati krisis ini yang juga menimpa hampir semua dunia usaha,” ungkapnya. (***)