
DPP Asosoasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesi (APBMI) segera menerjunkan tim ke Medan untuk meminta keterangan kepolisian terkait penangkapan ketua DPW APBMI Sumatera Utara berinisial HPM pada 3/10 lalu yang kini ditahan.
Menurut Ketua Umum DPP APBMI Sodik Harjono, tertangkapnya HPM dan salah seorang pengusaha berinisial ‘S’ dinilai tidak ada hubungan dengan organisasi. “Kami akan menelusuri kebenaran informasi itu, dan segera menererjunkan tim ke Belawan untuk memastikan duduk perkara sebenarnya sepeti apa,” ujarnya di Jakarta.
Sodik mengaku heran jika kasus bongkar muat itu dikaitkan sebagai penghambat dwelling time. “Kami menduga ada arah menjurus kepada kriminalisasi terhadap pelaku usaha bongkar muat,” jelasnya.
DPP APBMI berharap pihak kepolisian bekerja professional, jangan sampai bongkar muat menjadi kambing hitam dalam kasus dwelling time.
Sodik juga mempertanyakan definisi dwelling time, karena sekarang ini definisinya sudah bergeser kemana-mana.
Kata Sodik, definisi dwelling time yaitu lamanya kontainer menginap di pelabuhan terkait dengan proses pre clearance (pengurusan izin), customs clearance (dokumen BC) dan post clearance (pengeluaran barang). “Jadi dwelling time tidak berhubungan dengan bongkar muat,” tegasnya.
B to B
Sekjen DPP APBMI Oggy Hargiyanto menyatakan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh dari DPW APBMI Medan, menyebutkan dari hasil rapat bersama yang dipimpin Ketua Otoritas Pelabuhan (OP) Belawan Medan Capt Carolus menegaskan jika kegiatan bongkar muat harus dilakukan di dermaga pelabuhan umum, bukan di demaga Lantamal. Padahal sebelumnya tidak ada masalah.
Ketika barang yang sama (dari tongkang muat batu split) akan dibongkar kembali di dermaga Lantamal, pihak OP menegur dan mengarahkannya ke pelabuham umum sesuai peraturan.
“Karena diarahkan ke pelabuhan umum, kegiatan bongkar barang berupa batu split itu kemudian dilelang kepada pengusaha bongkar muat Belawan. Hasil lelang, disebut-sebut dimenangkan oleh perusahaan milik HPM,” ujarnya.
Jadi, ungkap Ogy, sesuai ketentuan yang berlaku, setiap pekerjaan yang sudah atas kesepakatan, pemilik barang wajjb menyetor biaya bongkar sebesar 75 persen sebelum barang itu dibongkar. Namun si pemilik barang hanya menyetor 40 persen untuk biaya buruh. Sebab itu, HPM menolak dan tetap meminta 75 persen supaya barang dapat dibongkar.
“Si pemilk barang akhirnya berjanji akan memberikan kekurangannya agar barang bisa dibongkar. Makanya sangat mengherankan ketika pemilik barang menyetor kekurangannya itu, polisi langsung menyergap dan menangkap HPM sebagai terduga kasus pemerasan,” ungkapnya.
Oggy menjelaskan bahwa setor dimuka untuk pekerjaan itu bukan pemerasan tapi Bisnis to Bisnis (B to B), karena hal serupa sebelum kapal merapat di pelabuhan juga setor lebih dulu. “Ini informasi yang kami terima dan akan kami pantau terus perkembangannya,” turur Ogy.
Masih Diperiksa
Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Tri Septyadi Artono SH kepada pers membenarkan penangkapan terhadap HPM, ‘S’dan dua wanita strafnya itu, “Keempatnya ditangkap petugas Tim Mabes Polri bekerja sama dengan Tim Polda Sumut. Saat ini keempatnya masih diperiksa,” katanya.
Diduga keberadaan kapal pengangkut pasir dan koral itu diperbolehkan sandar di dermaga Lantamal I Belawan atas kerja sama mereka dengan Kepala Kesyahbandaran Pelabuhan Utama Belawan Capt. Carolus.
Menurut keterangan di Primkop TKBM Pelbuhan Belawan, saat ini kapal yang bermuatan psir dan batu koral itu sudah ditarik ke dermaga Sektor I. Muatan kapal itu dibawa dari Pekanbaru, Riau, untuk bahan pembuatan tiang pancang beton dan keramik yang ada di Kawasan Industri Medan (KIM).
Dikatakan Tri, penyidik sudah memeriksa Kepala Kantor Kesyahbandaran Pelabuhan Utama Belawan Carolus dan Ketua Koperasi TKBM Pelabuhan Belawan Maprijal untuk dimintai keterangan dalam kasus tersebut.
Wakapolda Sumut Brigjen Adhi Prawoto dalam gelar perkara di Markas Polda Sumut, Kota Medan mengungkapkan Polda Sumatera Utara (Sumut) telah meringkus dua tersangka kasus dugaan pungutan liar dalam proses dwelling time di Pelabuhan Belawan, Medan, Sumut.
Penangkapan keduanya dilakukan di dua tempat berbeda. HPM diduga melakukan pemerasan terhadap PT Hadi Putra Jaya yang ingin membongkar muatan batu pecah untuk pembangunan jalan tol.
Dalam aksinya HPM mengatasnamakan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM). Ia meminta uang sebesar Rp141 juta. Tujuannya untuk membayar upah buruh. Padahal perusahaan itu tak menggunakan jasa TKBM.
“Barang buktinya Rp75 juta dan kuitansi. Awalnya dia minta Rp141 juta untuk bongkar muat. Dia minta 70 persen sebagai uang muka. Jika tidak, barangnya tidak akan dibongkar,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sumut Kombes Nurfallah yang ikut mendampingi Wakapolda Sumut. (***)