Menjelang Sidang Sub-Committe on Pollution Prevention and Response (PPR) ke-11 yang akan digelar tanggal 19 s.d 23 Februari 2024 mendatang di Markas Besar International Maritime Organization (IMO) di London Inggris Raya, Kementerian Perhubungan mulai melakukan persiapan untuk menyambut sidang tersebut dengan melaksanakan pertemuan dengan Kementerian/Lembaga lain yang terkait dengan pencegahan pencemaran dan perlindungan lingkungan maritim.
Digelar selama 2 (dua) hari mulai hari ini (6/2) sampai dengan besok (7/2) di Hotel Luminor Bogor, Pertemuan ini membahas penyiapan posisi Delegasi Republik Indonesia yang akan mengikuti sidang dimaksud.
Dalam sambutannya, Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Hartanto menjelaskan bahwa sebagaimana telah diamanatkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), penegakan kedaulatan negara di bidang perlindungan lingkungan maritim di Indonesia harus menjadi perhatian setiap pemangku kepentingan, tidak hanya di lingkungan Kementerian Perhubungan namun juga Kementerian/Lembaga lainnya yang berkepentingan dengan pelestarian lingkungan laut dan segala sumber dayanya.
PPR sendiri, terangnya, adalah pertemuan di bawah Marine Environment Protection Committee (MEPC), yang merupakan komite terbesar kedua IMO setelah Maritime Safety Committee (MSC), memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan hal-hal terkait pencegahan dan pengawasan terhadap pencemaran lingkungan maritim, khususnya yang terkait dengan adopsi atau perubahan terhadap konvensi-konvensi dan peraturan lainnya serta tindakan-tindakan yang memastikan penegakan Konvensi dan peraturan tersebut.
“PPR membahas beragam isu-isu teknis dan operasional terkait pencegahan pencemaran dan perlindungan lingkungan maritim atas perintah dari MEPC atau atas permintaan MSC,” ujarnya.
Adapun isu-isu yang dibahas antara lain meliputi pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut dari kapal dan kegiatan-kegiatan maritim lainnya yang berkaitan, penutuhan kapal yang aman dan ramah lingkungan, evaluasi keamanan dan bahaya pencemaran dari bahan-bahan cair dalam bentuk curah yang diangkut oleh kapal, pengendalian dan manajemen organisme akuatik berbahaya dalam air ballas dan sedimen kapal, biofouling, serta kesiapsiagaan, tanggapan, dan kerja sama penanggulangan pencemaran minyak dan bahan berbahaya beracun.
“Selama ini Indonesia senantiasa memanfaatkan forum PPR IMO dalam kapasitasnya tidak hanya sebagai negara anggota, tetapi juga statusnya sebagai anggota Dewan IMO Kategori C untuk menyuarakan kepentingan nasional mengenai aspek kemaritiman, khususnya terkait perlindungan lingkungan maritim. Hal ini tentu memerlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan,” kata Hartanto.
Oleh karena itulah, lanjut Hartanto, Pertemuan ini dilaksanakan, yakni untuk membahas berbagai usulan dari negara anggota IMO mengenai beragam aspek teknis dan hukum dalam perlindungan lingkungan maritim, serta untuk menentukan posisi Indonesia terhadap usulan-usulan tersebut. Hal ini menjadi penting untuk dibahas karena keputusan yang dihasilkan dari Sidang PPR ini akan mempengaruhi aspek teknis dan hukum pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Indonesia.
“Saya berharap seluruh peserta dapat memberikan masukan dan telaahan secara aktif untuk menjadi bekal bagi delegasi Indonesia yang akan hadir dalam sidang PPR ke-11,” tutupnya.
Lebih lanjut, Kasubdit Pencegahan Pencemaran dan Manajemen Keselamatan Kapal dan Perlindungan Lingkungan di Perairan, Capt. Miftakhul Hadi mengungkapkan bahwa Sidang PPR ke-11 ini akan membahas sebanyak 18 (delapan belas) Agenda dengan 12 (dua belas) Agenda Besar.
“Persidangan akan terbagi dalam Kelompok Teknis, Kelompok Kerja, dan Kelompok Penyusunan dengan waktu pembahasan paralel yang akan mendiskusikan 5 (lima) hal antara lain 1 (satu) Kelompok Teknis membahas Evaluasi Keselamatan dan Bahaya Polusi Bahan Kimia, 3 (tiga) Kelompok Kerja membahas Keamanan Hayati Laut, Polusi Udara dari Kapal dan Limbah Sampah Plastik dari Kapal, serta 1 (satu) Kelompok Penyusunan membahas Respons terhadap Polusi,” tukas Miftakhul.
Sebagai informasi, rapat persiapan dihadiri oleh peserta yang terdiri dari perwakilan dari Kementerian Perhubungan, serta berbagai Kementerian/Lembaga yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan maritim seperti Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Biro Klasifikasi Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, dan DPP INSA, serta Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo). (**)