Sebanyak 21 kapal bakal terkena aturan PM 88 tahun 2014 tentang Pengaturan Ukuran Kapal Angkutan Penyeberangan di lintas Merak-Bakauheni, karena tak memenuhi ketentuan minimal 5.000 GT. Batas akhir bagi kapal-kapal tersebut masih bisa beroperasi hanya sampai tanggal 24 Desember 2018.
“Mulai 25 Desember 2018, kapal dibawah 5.000 GT sudah tak diperolehkan lagi beroperasi di lintas Merak-Bakauheni karena PM 88 tahun 2014,” kata Rakhmatika Ardianto, Direktur Operasi dan Usaha PT Dharma Lautan Utama (DLU) kepada Ocean Week, di Semarang, Sabtu (24/11) usai acara Peluncuran sistem pelayanan barang dan penumpang angkutan laut berbasis boarding pass yang diresmikan Dirjen Hubla Agus Purnomo.
Rakhmatika menyatakan, dari sekitar 21 kapal yang tak lagi memenuhi ketentuan peraturan pemerintah (Kemenhub), ada satu kapal diantaranya adalah milik PT DLU. Namun, Ketua Bidang Pentarifan DPP Gapasdap ini mengaku belum tahu akan dioperasikan dimana kapal tersebut. “Kami belum tahu akan dioperasikan dimana setelah tak boleh di Merak-Bakauheni,” ujarnya.
Syarifudin Malarangeng, salah satu tokoh pelayaran, kepada Ocean Week juga menyatakan keprihatinannya terhadap sikap keras pemerintah (Dirjen Perhubungan Darat Budi Setyadi) yang tak lagi memberi toleransi terhadap kapal-kapal dibawah 5.000 GT untuk lintasan Merak-Bakauheni.
“Mestinya kasih toleransi, apalagi pemberlakuan PM 88 tersebut bertepatan dengan angkutan Natal dan Tahun Baru. Yah, paling tidak diundur setelah moment hari besar tersebut,” ungkap Syarifudin, di Bandara Ahmad Yani Semarang, Sabtu (24/11).
Menurut Rakhmatika, sebenarnya Gapasdap juga sudah minta kepada pemerintah (Kemenhub) untuk mengundur pelaksanaan PM 88/2014 tersebut, paling tidak setelah angkutan Natal dan Tahun Baru. “Tapi kelihatannya pemerintah tak bergeming dengan permohonan Gapasdap tersebut, dan tetap akan melaksanakan aturan itu (PM 88/2014),” ucapnya.

Sementara itu, Sekjen Gapasdap Aminudin juga menyatakan keprihatinannya atas alasan regulator (Dirjen Perhubungan Darat) yang mengatakan kapal-kapal dibawah 5.000 GT tersebut sudah dalam kondisi BEP. “Pengalaman hidup saya di republik ini baru kali ini pemerintah intervensi terhadap isi perusahaan. Seharusnya pemerintah menyiapkan saja infrastrukturnya, operator kapal yang memanage industrinya,” kata Aminudin saat dimintai komentarnya, baru-baru ini.
Aminudin juga mempertanyakan terhadap kapal-kapal yang tak boleh lagi beroperasi di Merak-Bakauheni akan dikemanakan. “Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sampai hari ini belum memberikan solusi untuk relokasi kapal-kapal dibawah 5.000 GT itu akan kemana,” ungkapnya.
Gapasdap, menurut Aminudin, sedang menyiapkan keberatannya ke Mahkamah Agung (MA), dan akan minta Komisi V DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan pihaknya dan pemerintah (Kemenhub).

Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat (Hubdat) Kementerian Perhubungan Budi Setyadi menegaskan seluruh kapal di bawah 5.000 GT harus dialihkan dari perlintasan Merak-Bakauheni paling telat 24 Desember 2018. Hal itu sesuai dengan PM 88/2014 tentang Pengaturan Ukuran Kapal Angkutan Penyeberangan di Lintas Merak – Bakauheni.
Kemenhub, kata Budi, sudah memberi tenggang waktu selama empat tahun untuk para pemilik kapal menyesuaikan sesuai dengan ketentuan peraturan.
Dirjen menyatakan akan membantu mencarikan lintasan kapal di bawah kapasitas 5.000 gross ton menjelang pemberlakuan Peraturan Menteri Nomor 88 Tahun 2014 tersebut. “Saya minta ke Direktur Angkutan Multimoda untuk mencari lintasan baru yang dermaganya cukup untuk disandari kapal ferry 5.000 GT ke bawah,” katanya. (ow/**)