Menhub Budi Karya Sumadi kembali menyoal dwelling time di sejumlah pelabuhan yang dinilainya masih belum sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo, yakni 3 hari.
Bukan saja di pelabuhan Priok, tapi dwelling time yang dianggapnya masih belum sesuai target juga ada di Perak, Belawan, dan Tanjung Emas. Karena itu, Menhub Budi, pada hari Rabu (4/4) ini berencana ke pelabuhan Priok untuk mengecek dan mencari tahu mengenai dwelling time ini.
“Kami sudah menerapkan tarif progresif untuk kontainer di pelabuhan, tapi mereka masih taruh (menumpuk) barangnya di pelabuhan (khususnya Priok),” kata Budi Karya di Le Meridien, Jakarta.
Menhub menyatakan, bahwa ada sejumlah penyebab kontainer ditumpuk di pelabuhan, meski sudah diterapkan tarif progresif. Sebab, pemilik barang tidak memiliki gudang yang mencukupi. “Mungkin juga biaya penumpukan kontainer di depo petikemas di luar pelabuhan lebih mahal,” ungkapnya.
Seperti diketahui, dwelling time merupakan lama waktu tunggu petikemas sejak dibongkar dari kapal sampai keluar pelabuhan. Pada bulan januari 2018 lalu, dwelling time di Priok mencapai 4,71 hari, sedangkan pada Maret 2018 mencapai 3,42 hari.
Terdapat 3 tahapan terkait dengan dwelling time, yaitu pre-clearance atau waktu pengajuan dokumen pemberitahuan impor barang, lalu custom clearance atau pengecekan barang. Kemudian post clearance atau pengeluaran barang impor dari pelabuhan.
Pada proses tersebut, banyak institusi yang terlibat, sehingga terkadang membutuhkan waktu lama.
Sejumlah pelayaran di Priok yang dikonfirmasi soal dwelling time ini, balik mempertanyakan kenapa pemerintah (Kemenhub) panik dengan masalah ini. Apalagi dengan adanya keluhan bahwa cost logistik mahal, salah satu penyebabnya adalah dwelling time. “Mestinya bukan dwelling time yang dijadikan sebagai isu terkait mahalnya biaya logistik, karena banyak rentetannya,” ungkap mereka, pagi ini.
Para pelayaran tadi berharap, pemerintah bijak dalam menyoroti dwelling time ini. (**)