Kantor Kesyahbandaran Tanjung Perak akan melaksanakan koordinasi dengan stakeholder setempat termasuk Polairud dan TNI AL, terkait dengan keamanan kapal di wilayah pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Hal itu ditegaskan Capt. Sudiono, Kepala Kantor Kesyahbandaran Tanjung Perak kepada Ocean Week, Minggu malam menanggapi peristiwa telah terjadinya perompakan terhadap kapal MV. Cape Magnus pada Sabtu (3/10), sekitar jam 04.30 WIB, saat berlabuh pada titik koordinat 06’49”45°S/112’47”1E.
“Segera akan kami laksanakan rapat koordinasi dengan stakeholder disini (pelabuhan Tanjung Perak-red) termasuk dengan Polair (Polisi Air) dan AL,” ujar Capt. Sudiono melalui telepon selulernya.
Dia menceritakan bahwa saat peristiwa naas tersebut, pihaknya menerima informasi itu pada pukul 04.30 WIB kalau MV. Cape Magnus dinaiki 3 orang tak dikenal. Dan kemudian salah satu crew MV. Cape Magnus diserang sehingga terluka pada bagian kepalanya.
“Informasi dari Petugas Operator Radio Jamuang dan Surabaya itu kemudian diteruskan kepada VTS Surabaya yang selanjutnya menyampaikannya kepada pihak Patroli Polairud yang langsung beraksi,” ungkapnya.
Informasi yang diperoleh Ocean Week bahwa masalah ini sudah ditangani oleh penegak hukum setempat.
Sementara itu, Direktur KPLP Perhubungan Laut Kemenhub Ahmad saat dikonfirmasi mengenai terjadinya perompakan ini mengungkapkan jika masalah ini telah ditangani oleh aparat penegak hukum.
“Kapal dalam kondisi baik. Dan koordinasi antar instansi penegak hukum selama ini berjalan dengan baik,” katanya menjawab pertanyaan sejauhmana koordinasi yang dilakukan pihak KPLP dengan aparat penegak hukum yang lainnya (Polairud, TNI AL).
Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Arif Toha saat dikonfirmasi Ocean Week menyatakan terkait keselamatan pelayaran dan keamanan alur/perairan menjadi kewenangan Syahbandar Tanjung Perak bersama armada PLP Surabaya.
“Otoritas Pelabuhan berwenang di sisi pelabuhan/land site,” ungkap mantan Setditjen Hubla tersebut singkat.
Untuk diketahui bahwa banyak kapal yang mau masuk ke pelabuhan Tanjung Perak dengan Dwt 8000 keatas pada waktu menunggu kade harus lego jangkar di Boei 2 Karang Jamuang.
Posisi Karang Jamuang tersebut sangat jauh dan rawan dari sisi keamanan. Apalagi di pelabuhan Surabaya ini banyak kapal laid up yang konon sudah lebih dari 1 tahun, sehingga sangat menganggu alur keluar masuk kapal ke pelabuhan.
INSA sudah protes masalah ini, minta supaya dilaksanakan pemindahan kapal-kapal laid up ke luar alur, sehingga kapal-kapal yang menunggu kade bisa lego jangkar didalam seperti dulu.
Pelayaran minta pemerintah (dirjen Hubla) sebagai regulator secepatnya dapat mencari solusi untuk problem di Karang Jamuang ini.
Keluhan pelayaran wajar, mengingat disini tak ada pengamanan tetapi dikenai biaya. Apalagi memang zona labuh di surabaya ini terlalu jauh sehingga sangat memungkinkan untuk terjadi hal-hal perompakan seperti yang dialami MV. Cape Magnus.
Pelayaran juga mengaku prihatin dengan zona labuh ini, apalagi saat cuaca buruk seperti sekarang ini.
Informasi yang diperoleh Ocean Week menyebutkan bahwa pelayaran sudah sering membicarakan masalah ini dengan pihak regulator, dan pelayaran dijanjikan akan ada pengaturan terkait dengan rencana induk pelabuhan (RIP). Namun sayang RIP ini sudah sejak UU no 17 tahun 2008 ditetapkan, tapi belum ada realisasinya.
Pelayaran berharap, regulator serius menangani masalah ini. “Pak Dirjen Laut (Agus Purnomo) diharapkan segera ambil keputusan soal ini agar kapal-kapal yang berkegiatan di pelabuhan Tanjung Perak aman dan nyaman,” kata mereka tak bersedia disebut jati dirinya. (**)