Akibat pendangkalan pelabuhan Pulau Baai di provinsi Bengkulu yang disebabkan tingginya sedimentasi dan tak dilakukannya pengerukan secara rutin, kapal-kapal tak lagi bisa beraktifitas di pelabuhan, mengingat kedalaman alur pelayaran saat ini kurang dari -3mlws.
Dengan kondisi tersebut, akhirnya telah menggerakkan pemerintah provinsi Bengkulu (Plt Gubernur Bengkulu H. Rosjonsyah) berkirim surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto, memohon supaya dilakukan pengerukan alur dan pembangunan Tanggul Penahan Abrasi pelabuhan Pulau Baai Bengkulu.
Surat tertanggal 24 Januari 2025 juga ditembuskan kepada Menko infastruktur dan pembangunan kewilayahan, Menhub, Mendagri, Menteri BUMN, Dirjen Hubla, Deputi bidang koordinasi konektivitas Kemmen Infrastruktur dan pembangunan wilayah, ketua DPRD Provinsi Bengkulu, dirut PT Pelindo, dan kepala KSOP kelas III pulau Baai Bengkulu.
Surat itu juga menyebutkan bahwa angkutan logistik dan komoditas sumber daya alam terhambat, serta tak jarang kapal tongkang mengalami kandas.
Sebetulnya, pemprov Bengkulu sudah pula berkirim surat kepada Menhub pada Juli 2023, dan 24 desember 2024, serta kepada Dirut PT Pelindo, namun belum memperoleh tanggapan serius.
Dan hingga sekarang pihak KSOP maupun PT Pelindo belum melakukan pengerukan alur maupun pembangunan tanggul penahan abrasi, sehingga sekarang ini kapal jadi terhambat beraktifitas, dan hal itu sangat merugikan perekonomian nasional maupun daerah.
“Akibat kondisi itu, pemprov Bengkulu mohon agar Presiden RI memperhatikan pelabuhan Bengkulu,” kata Rosjonsyah dalam surat itu.
Salah seorang pelaku usaha di Bengkulu yang tak mau disebut jatidirinya menegaskan, akibat pendangkalan, pihaknya harus mengalami kerugian cukup besar.
“Kami usaha di sektor galangan, namun dengan tak bisanya kapal masuk ke pelabuhan, kami mengalami rugi,” ujarnya kepada Ocean Week, di sela acara Seminar yang digelar oleh IPEC, di Jakarta, Rabu (5/2).
Dia bercerita untuk saat ini, hampir tak ada kapal yang berkegiatan di pelabuhan, terutama kapal besar.
Sebelumnya, owner PT Gurita Lintas Samudera, H. Soenarto mengatakan bahwa Pelayaran berharap pengerukan alur keluar masuk pelabuhan di sejumlah wilayah yang terjadi pendangkalan sup1aya segera dilakukan pengerukan.
Sebab, saat ini beberapa pelabuhan sudah tak bisa lagi dimasuki kapal-kapal niaga berukuran besar. Sebagaimana yang terjadi di pelabuhan Bengkulu, Pangkal Balam, Tanjung Pandan, Dumai, dan sebagainya.
Penasihat DPP Indonesia National Shipowner’s Association, H. Soenarto, menyampaikan hal itu kepada Ocean Week, di Kantornya, Selasa siang.
“Pendangkalan alur pelayaran dan kolam pelabuhan sudah sangat serius untuk ditangani. Namun, siapa sekarang yang ditugasi melakukan pengerukan, apakah pemerintah (Kemenhub) atau BUP (Pelindo),” ujarnya bertanya-tanya.
Menurut owner PT Gurita Lintas Samudera ini, kalau pemerintah memerintahkan PT Pelindo atau swasta lainnya, apakah ada surat perintahnya, pelimpahan nya. “Kalau hanya perintah tanpa ada dokumen administrasi nya, yang disuruh ya pasti akan mikir-mikir juga, karena pekerjaan pengerukan itu syarat dengan resiko,” ungkap Soenarto yang didampingi Ardy, salah satu direktur Gurita Lintas Samudera.
Soenarto juga mempertanyakan, kenapa pemerintah (Kemenhub) tak lagi menganggarkan pengerukan melalui APBN seperti dulu, bahwa pekerjaan pengerukan itu didanai oleh APBN. “Mestinya ini menjadi tanggung jawab pemerintah saja, kalau diserahkan ke pengelola pelabuhan atau swasta, akan lama prosesnya,” katanya lagi.
Dia mencontohkan, sekarang ini di Bengkulu, kapal besar sudah tak bisa lagi masuk ke pelabuhan, karena kedalamannya hanya berkisar 2-3 meter.
Hal itu dinilai Soenarto bisa menganggu perekonomian daerah, karena distribusi logistik nya terhambat di pelabuhan.
Ketua Yayasan akademi pelayaran di Semarang ini juga mencontohkan pendangkalan yang terjadi di Dumai, Pangkal Balam dan Tanjung Pandan. “Kapal harus tunggu air pasang, baru kapal bisa masuk. Ini kan ga pas, sebuah pelabuhan dengan kondisi begitu. Hal yang sama pun terjadi di Pontianak, pendangkalan juga terjadi di sungai Kapuas, sehingga kapal-kapal kontainer terpaksa nunggu pasang surut air, baru bisa masuk untuk sandar, situasi dan kondisi seperti ini sampai kapan,” ungkapnya.
Soenarto berharap masalah pendangkalan alur pelayaran bisa segera diatasi. “Nah Alur Barat Surabaya (ABS) bisa jalan, itu dikelola oleh Pelindo grup,,dan lewat alur itu bayar, bisa nggak konsep itu juga diterapkan di tempat lain,” katanya. (***)