Bisnis pelayaran penunjang Offshore masih belum normal, apalagi sampai saat ini harga minyak dunia belum membaik.
“Bisnis kapal penunjang Offshore sampai sekarang masih belum membaik. Namun, kedepan masih prospek,” kata Nova Y. Mugijanto, President Director Pelayaran PT PAN Maritime kepada Ocean Week, di Kantornya, Kamis (13/2).
Nova menyatakan bahwa jalannya bisnis ini ada kaitan dengan produksi minyak. “Jika di hulunya bagus, pasti usaha kapal Offshore juga ikutan membaik. Tapi kalau sepi ya ikut sepi,” ujarnya lagi.
Dia berharap, apa yang pernah diomongkan pemerintah yang merencanakan menaikkan produksi minyak mencapai 1.000.000 barel per hari dapat terwujud. “Saat ini produksi hanya sekitar 750 ribu barel per hari, padahal konsumsi mencapai 1,5 juta barel, sehingga separuhnya masih impor,” ungkapnya.
Nova pun mengungkapkan, bahwa pada industri hulu sangat padat modal. “Ini cukup berat, apalagi krisis ekonomi dunia juga masih belum pulih seratus persen,” katanya.
Nova menilai idealnya usaha offshore ini dapat berjalan dengan baik, jika harga minyak per barel dipusaran $ 70 AS per barel. “ini baru bisa aman,” katanya.
Sekarang ini, investor masih wait and see. Apalagi dengan adanya kebijakan gross split, para investor asing enggan masuk ke indonesia.
“Soal gross split akhirnya mengurangi minat investor asing, kalau dulu cost recovery semua di rembes, tapi sekarang dengan gross split ini nggak gitu,” ucapnya.
Nova berharap lagi dengan adanya perubahan peraturan, bisa ada investor masuk. “Dengan masuknya investor kita pun bisa ada kerja juga,” tutup Nova.
Untuk diketahui, model gross split ini mirip dengan royalty and tax. Intinya pemerintah mengambil bagiannya (government take) pada persentase tertentu, di depan segera setelah penjualan terjadi. Tidak peduli terhadap rugi atau laba perusahaan.
Negara dijamin memperoleh bagian, asalkan ada penjualan. Kemudian bila perusahaan laba, pemerintah akan mengenakan pajak.
Pada saat digulirkan aturan ini, waktu itu diyakini bahwa PSC Gross Split mampu meningkatkan investasi hulu migas di masa yang akan datang. Alasannya, sistem kerja dari model ini memungkinkan perusahaan memiliki keleluasaan untuk mengambil keputusan tanpa harus terikat dengan ketentuan administrasi dan regulasi pelaksanaan rinci di lapangan, di bawah kendali SKK Migas selaku wakil pemerintah.
12 Proyek
Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan 12 proyek hulu migas akan beroperasi sepanjang 2020 dengan estimasi produksi gas sebanyak 705 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) dan minyak 3.000 barel minyak per hari (bph).
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan, dari 12 proyek migas yang direncanakan mulai beroperasi pada tahun ini, yang paling besar adalah proyek Merakes yang dikerjakan Eni Indonesia.
“Merakes akan beroperasi pada kuartal keempat tahun ini,” katanya beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data SKK Migas, pada kuartal I/2020 diperkirakan ada empat proyek hulu migas yang beroperasi.
Keempat proyek tersebut adalah Bukit Tua Phase 3 oleh Petronas Carigali Ketapang II Ltd dengan estimasi produksi 31,5 MMscfd, Grati Pressure Lovering oleh Ophir Indonesia (Sampang) Pty. Ltd dengan estimasi produksi 30 MMscfd, Buntal-5 oleh Medco E&P Natuna Ltd dengan estimasi produksi 45 MMscfd dan Sembakung Power Plant oleh Pertamina EP.
Kemudian, pada kuartal II/2020 tercatat ada beberapa proyek yang direncanakan beroperasi, yakni proyek Randu Gunting oleh PT PHE Randu Gunting dengan estimasi produksi 3 MMscfd, Kompresor Betung oleh Pertamina EP dengan estimasi produksi sebesar 15 MMscfd, Malacca Strait Phase-1 oleh EMP Malacca Strait dengan estimasi produksi 3.000 bph, Meliwis oleh Ophir Indonesia (Madura Offshore) Pty. Ltd dengan estimasi produksi 20 MMscfd.
Memasuki kuartal III/2020, SKK Migas memproyeksikan tiga proyek akan berproduksi, mulai dari proyek Cantik oleh PT Sele Raya Belida dengan estimasi produksi sebesar 2,5 MMscfd, Kompresor LP-MP SKG-19 oleh Pertamina EP dengan estimasi produksi 150 MMscfd serta Peciko 8A oleh Pertamina Hulu Mahakam dengan estimasi produksi 8 MMscfd.
Julius mengatakan, proyek hulu migas yang akan berproduksi pada kuartal IV/2020 adalah proyek Merakes oleh Eni East Sepinggan Ltd dengan estimasi produksi 400 MMscfd.
Adapun cadangan gas di Lapangan Merakes diperkirakan sebesar 2 triliun kaki kubik (Tcf). Potensi tersebut diketahui setelah Eni mengebor Sumur Merakes-1 pada 2014.
Tiga tahun berselang, Eni telah mengebor sumur appraisal Merakes-2. Eni sudah memulai pengembangan Lapangan Merakes pada Mei 2019 lalu.
Pemerintah telah menyetujui proposal rencana pengembangan (POD) Lapangan Merakes yang terletak di Cekungan Kutai, lepas pantai Kaltim pada April 2018.
Di Lapangan Merakes, Eni rencananya akan mengebor enam sumur bawah laut serta membangun sistem pipa bawah laut yang akan terhubung dengan fasilitas produksi terapung (floating production unit/FPU) Jangkrik di Blok Muara Bakau. (***)