Bisnis logistik yang masih bisa bertahan pada masa Pandemi covid-19 bahkan cenderung naik adalah jasa logistik e-commerce, jasa angkutan barang kiriman (courier service), jasa pergudangan bahan pokok dan barang ritel, serta jasa layanan logistik berkaitan dengan transaksi business to consumer (B to C) dan consumer to consumer (C to C).
Hal itu ditegaskan Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, kepada Ocean Week, Kamis pagi (8/10), di Jakarta.
Namun sayang, ujar Yukki, mayoritas pengusaha logistik nasional belum memperoleh keringanan kredit usaha atau relaksasi.
“Fakta itu berdasarka hasil survei yang dilakukan ALFI terhadap perusahaan logistik dan forwarder di Indonesia,” ungkapnya.
Yukki mengatakan, ALFI akan menyampaikan hasil survei itu kepada pemerintah melalui instansi terkait.
“Kami berharap hasil survey itu bisa sebagai acuan pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan fiskal, moneter, perdagangan dan perindustrian maupun kebijakan lainnya,” jelasnya.
Yukki juga menyatakan jika saat ini sektor usaha jasa ini agak mengalami kendala, terutama dengan adanya kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di sejumlah wilayah/provinsi dalam rangka menekan penularan Pandemi tersebut.
Menurut dia, imbas penetapan PSBB juga memengaruhi sebagian industri manufatur, otomotif, elektronik, tekstil dan sejenisnya. Pasokan bahan baku impor dan penjualan ekspor ke beberapa negara menjadi terganggu.
“Dan itu berdampak pada kegiatan logistik penunjang industri itu,” katanya lagi.
Menjawab kegaitan selama pandemi korona, Yukki mengungkapkan bahwa aktivitas logistik mengalami hambatan serius.
Dia pun mengharapkan supaya wabah korona ini cepat selesai, dan semua sektor usaha kembali normal. (***)