Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) menyatakan jika Batam memiliki potensi sebagai pelabuhan besar karena posisinya sangat strategis berbatasan dengan Singapura dan Malaysia.
Hanya saja, Batam perlu mendapat dukungan regulasi yang tepat, serta penguatan infrastruktur untuk dapat memanfaatkan posisinya sebagai jalur perdagangan dunia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen ABUPI) Liana Tresnawati mengemukakan hal itu kepada awak media di Batam, Selasa, seperti dikutip Antara.
“Batam memiliki potensi besar karena posisinya yang strategis di Selat Malaka, dekat dengan Singapura, Malaysia, bahkan Filipina dan Thailand. Namun, keistimewaan ini tidak didukung dengan regulasi yang memadai dan ini menjadi pekerjaan rumah kami sebagai asosiasi untuk meluruskan hal tersebut,” ujarnya di Batam, didampingi Ariyanto Purboyo, Wakil Ketum ABUPI.
Liana menyampaikan bahwa salah satu tantangan utama Batam adalah biaya operasional yang tinggi, sehingga kalah bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan di Singapura dan Malaysia yang lebih efisien.
“Singapura masih menjadi pemain terbesar dalam industri pelabuhan dunia. Mereka berhasil memaksimalkan potensinya, sementara Batam justru kalah bersaing karena banyak faktor, termasuk biaya operasional yang berat” katanya.
Apalagi hal itu diperparah dengan kurangnya keistimewaan regulasi bagi Batam meskipun lokasinya sangat strategis.
“Batam belum mampu menjadi pelabuhan hub karena regulasi yang tumpang tindih, belum menjadi pelabuhan yang memiliki keistimewaan, apalagi dengan regulasi yang disamakan dengan pelabuhan di kota-kota lain di Indonesia,” ungkap nya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum ABUPI Bidang Organisasi dan Regulasi Ariyanto Purboyo mengungkapkan bahwa total aset investasi dari 25 anggota ABUPI yang telah memperoleh konsesi dari pemerintah mencapai Rp190 triliun.
“Anggota ABUPI memiliki investasi yang sangat besar, dan ini menjadi modal penting untuk mendorong pengembangan pelabuhan di kawasan strategis seperti Selat Malaka,” jelasnya.
Menurut Ari, ABUPI telah mengajukan beberapa usulan kepada pemerintah untuk memperkuat daya saing Batam sebagai kawasan strategis di Selat Malaka, salah satunya adalah untuk menyelaraskan regulasi antara Kementerian Perhubungan dan dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“Batam sebagai kota industri harusnya memiliki regulasi yang lebih fleksibel untuk mempermudah investasi dan operasi pelabuhan. Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan regulator sangat penting untuk menjadikan Batam sebagai pelabuhan hub,” katanya.
Ke depan, ujar Ari, ABUPI berharap pemerintah dapat memberikan dukungan lebih besar kepada Batam agar mampu bersaing dengan Singapura dan Malaysia di sektor pelabuhan, terutama di kawasan Selat Malaka.
Terminal Batuampar
Seperti diketahui bahwa Batam memiliki pelabuhan petikemas yakni Batuampar. Pelabuhan ini terletak tak jauh dari pelabuhan Singapura.

Pelabuhan Batu Ampar Terminal Peti Kemas (TPK) Batam, Kepulauan Riau (Kepri), saat ini dilakukan pengembangan.
Bahkan dari total arus petikemas di seluruh pelabuhan Batam sepanjang 2024 yang mencapai 673.343 TEUs, sebanyak 84%, atau sekitar 568.000 TEUs, berasal dari Pelabuhan Batu Ampar.
Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Badan Pengusahaan (BP) Batam Dendi Gustinandar mengatakan arus peti kemas yang mencapai 673.343 TEUs itu terdiri dari 180.000 TEUs peti kemas domestik dan 493.000 TEUs ekspor-impor.
“Kenaikan volume peti kemas ini karena pengembangan layanan bongkar muat. Selain itu sejak Maret 2023, Batam juga telah membuka direct call ke China, yang dilanjutkan pada Agustus 2023 ke Myanmar,” katanya dikutip Antara.
Dendi juga menyampaikan bahwa sejak 1 November 2023, sisi Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar ini telah resmi dioperasikan oleh PT Persero Batam.
Dendi optimistis arus petikemas jumlah akan terus meningkat seiring dengan rencana pengembangan pelabuhan dengan investasi senilai Rp3,6 triliun.
Menurut Dendi, pengembangan infrastruktur dan suprastruktur di Pelabuhan Batu Ampar juga terus dilakukan dalam rangka mendukung peningkatan kapasitas dan efisiensi operasional.
Salah satunya pembangunan Container Yard seluas 12 hektare yang merupakan bagian dari investasi PT Persero Batam dalam pembangunan, pengoperasian dan pengembangan Pelabuhan Batuampar dengan investasi sekitar Rp360 miliar yang sudah dimulai sejak Mei 2024 lalu.
Pelabuhan (terminal petikemas) Batuampar juga sudah menerima dua pelayaran langsung atau direct call ke negara tujuan tanpa transit.
“Alhamdulillah, walaupun ditargetkan untuk 2025, kami berhasil mendatangkan dua kapal direct call pertama, yakni SITC pada 31 Maret 2024 dan Evergreen pada 20 Agustus 2024. Nanti bulan Desember, kami akan menerima satu lagi,” ujar General Manager Pengembangan PT Persero Batam Fikri Amrullah Muryasani kepada pers di Batam.
Fikri mengatakan, kapal direct call yang baru dijadwalkan berasal dari Timur Tengah, yang mana sebelumnya kapal-kapal direct call yang tiba di Batam memiliki rute ke Shanghai, Tiongkok, dan Yangon, Myanmar.
Dengan direct call, diharapkan Pelabuhan Batu Ampar dapat berkembang pesat sebagai pusat logistik internasional di Batam, serta meningkatkan produktivitas dan konektivitas kawasan tersebut. (***)