Rencana merevisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 152/2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat dari dan ke kapal, sudah lama dijanjikan Kemenhub, namun hingga saat ini masih belum juga terwujud.
Padahal pihak pengusaha bongkar muat melalui Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) sudah berulang kali minta kepada Kemenhub untuk merevisi Peraturan Menhub 152 tersebut.
Para PBM mengaku terancam bisnisnya dengan PM 152 itu karena bongkar muat tidak hanya dilakukan oleh PBM saja, tetapi dapat pula dikerjakan oleh operator pelabuhan (Pelindo).
Tetapi, kini angin segar kembali dihembuskan pihak Kemenhub saat Selasa (25/8) melakukan dengar pendapat antara Kemenhub (Hubla), Pelindo bersama Komisi V DPR RI, di Gedung MPR RI.
Saat itu, Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo menyatakan bahwa Kemenhub akan memperbaiki regulasi soal pengelola bongkar muat agar terjadi keseimbangan antara pelaku usahanya, yakni Pelindo, perusahaan bongkar muat (PBM) serta angkutan kapal.
Agus Purnomo juga mengakui bahwa PBM merasa porsinya berkurang karena Pelindo dapat menjalankan peran bongkar muat di pelabuhan.
“PBM ini merasa mereka porsinya berkurang akibat peran Pelindo. Jadi ini sudah jelas kami akan melakukan perbaikan aturan regulasi supaya selesai,” ungkapnya.
Dirjen Laut Agus Purnomo juga menyatakan, di beberapa daerah biaya bongkar muat masih tergolong mahal, dan hal ini tentunya perlu penyeimbangan, sehingga Pelindo dapat masuk mengisi aktivitas bongkar muat yang lebih terjangkau.
“Ada indikasi monopoli tidak hanya dilakukan oleh Pelindo, tetapi juga dari sisi koperasi bongkar muat ada monopoli, nah itu juga kami seimbangkan pada regulasinya,” katanya.
Agus mengungkapkan, khusus untuk Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) agar benar-benar diperhatikan.
“Di atas ini kan ada organisasi lainnya, koperasi, perusahan bongkar muat, ini yang kawan-kawan Pelindo mesti bijaksana. Kalau ke TKBM, kami akan bela agar dapat penghasilan sepantasnya,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) membeberkan alasan adanya dugaan praktik monopoli di pelabuhan yang berisiko mematikan usaha perusahaan bongkar muat (PBM).
Ketua Umum DPP APBMI H.M. Fuadi menyayangkan perusahaan bongkar muat (PBM) yang tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan ekspansi lebih luas dalam aktivitas bongkar muat.
Sebagai contoh, di Tanjung Perak dan di Tanjung Priok, para PBM mengaku cukup berat saat ini. Di Priok, mereka terkena beban kontribusi hingga 40 persen per ton, begitu pula di Perak dikenai kontribusi sesuai kesepakatan. Dan itulah yang banyak dikeluhkan para pelaku usaha bongkar muat ini.
Mereka berharap janji Kemenhub merevisi PM 152/2026 segera terealisasi. (***)