Asosiasi Depo Petikemas Indonesia (ASDEKI) bakal menggugat usaha depo baru yang rencananya segera beroperasi di dalam pelabuhan Panjang, Lampung.
Depo tersebut adalah PT Intercon bekerjasama dengan PT Pelindo Solusi Logistik (PSL).
“Asdeki pasti protes, dan akan menggugat perusahaan itu, jika ijinnya tak ada. Apakah ijin AMDAL nya ada, lalu ijin usaha depo nya juga punya,” ujar Sekjen DPP Asdeki, Khairul Mahali kepada Ocean Week saat dimintai tanggapannya mengenai hal itu, Rabu (4/10), di Jakarta.
Apalagi, ungkap Khairul, dari laporan Asdeki Lampung, perusahaan itu belum melakukan sosialisasi dan main beroperasi saja. “Mestinya hormati kearifan lokal, tarif nya bagaimana, apakah sudah komunikasi dengan Asdeki setempat. Jangan mentang-mentang kerjasama dengan anak usaha BUMN, terus semaunya saja. Makanya, selain menanyakan ijin dan AMDAL nya, kami pun tak segan bakal lapor ke KPPU (komisi pengawasan persaingan usaha) jika nantinya monopoli,” tegas Khairul.
Kata Khairul, KSOP Panjang juga harus berhati-hati memberikan ijin, karena perlu diskusi lebih dulu dengan asosiasi depo yang ada.
Sementara itu, Ketua DPW Asdeki Lampung, Purwo Waskitaningadi mengatakan bahwa pihaknya sudah berkirim surat kepada GM Pelindo Regional 2 Panjang, tertanggal 22 September 2023 lalu, perihal protes dengan adanya depo baru yang beroperasi di dalam pelabuhan Panjang.
“Kami sudah kirim surat tapi belum ada tanggapan,” ucap Purwo.
Menurut Purwo, pertimbangan protes itu dikarenakan PSL sebagai regulator bukan operator. Selain itu, tak ada sosialisasi. “Depo itu kan di dalam pelabuhan adalah depo di wilayah khusus dimana depo wajib memiliki ijin sebelum beroperasi (PM 59/2021). Asdeki bukan menghalangi pengusaha depo sejauh ada transparansi sebagaimana yang digaungkan pemerintah terkait GCG 0% Bribery. Dan kami berharap usaha depo baru itu dapat rekomendasi dari Asdeki setempat,” jelas Purwo.
Ketua Asdeki Lampung juga megungkapkan bahwa sudah ada tiga usaha depo di wilayah pelabuhan Panjang, yakni PT Masaji Tatanan Container, PT Sarana Mitra Sejati, dan PT TriM Daya Terminal. “Kalau tambah satu lagi jadi 4. Sayangnya mereka yang nota Bene swasta kerjasama dengan anak usaha Pelindo, nggak mempertimbangkan kearifan lokal. Ini perlu dipertimbangkan,” katanya.
Purwo khawatir, depo baru ini akan melakukan monopoli dalam bisnis depo, sebab menurut Purwo, tarifnya juga dibawah tarif yang disepakati oleh usaha depo yang sudah ada. “Mereka buat tarif dibawah depo yang sudah ada untuk mematikan usaha depo lainnya,” ujarnya.
Dia juga mengungkapkan dengan volume petikemas pada tahun 2022 yang totalnya sebanyak 115.790 TEUs, terdiri dari 58.468 TEUs import + Inbound, dan 57.322 TEUs eksport + outbound, sebenarnya sudah cukup dengan tiga usaha depo yang ada. “Nah kalau ada depo baru lagi, apalagi operasinya di dalam pelabuhan, dan tarifnya banting harga, pasti akan mematikan depo yang sudah ada,” katanya lagi.
Makanya, Asdeki Lampung berharap depo yang baru ini dipertimbangkan kembali keberadaannya. (**)