Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi diminta menindak tegas pelayaran asing atau keagenan yang tak mau tunduk dengan peraturan Indonesia, terutama soal komponen tarif dan pungutan-pungutan yang tak ada dasarnya di pelabuhan.
“Menhub Budi Karya kami minta bisa berani tidak menyandarkan kapal asing atau yang diageni perusahaan pelayaran jika mereka masih melakukan pungutan uang jaminan atau pungutan tarif dalam bentuk baru yang tak ada layanannya, yang membuat cargo owner menjerit karena mahalnya biaya biaya yang ditarik itu,” kata Widiyanto, Ketua ALFI Jakarta, kepada Ocean Week, Kamis pagi (28/11).
Menurut Widiyanto, sekarang memang sudah banyak pelayaran yang tak lagi memungut uang jaminan, tapi masih ada pula keagenan yang menarik biaya tersebut dengan istilah baru.
“Mestinya uang jaminan itu diback up asuransi sehingga ada yang menjamin, tapi inipun belum juga terealisasi. Jadi apa sih maunya,” ungkap Widiyanto.
ALFI, ujarnya, juga masih kesulitan dan cukup repot untuk pengambilan DO ke pelayaran. “Harus telpon dulu, bayar ke bank dulu, baru dilayani pelayaran atau keagenan,” jelasnya.
Makanya Widiyanto berharap, Menhub Budi Karya segera dapat menuntaskan masalah tersebut. Karena cargo owner atau pihak yang mewakilinya menjadi sulit.
Widiyanto juga menyayangkan belum berjalannya DO Online di Tanjung Priok, terutama untuk pelayaran dengan cargo owners. Akibatnya pihak pemilik barang maupun yang mewakilinya menjadi sulit dengan ini. “Tadinya semua asosiasi seperti INSA, GINSI, ALFI sudah setuju dengan asuransi, juga soal DO Online yang belum jalan sesuai harapan, Menhub perlu selesaikan itu semua,” katanya.
Sebelumnya, pemilik barang anggota GINSI Jakarta kembali menjerit dan mengeluhkan terhadap mahalnya pengenaan biaya importasi (tebus DO dan uang jaminan) yang ditagihkan pelayaran (keagenan) per kontainer mencapai puluhan juta rupiah.
Untuk menebus DO saja, total biaya yang harus dibayarkan mencapai Rp 57.086.122, ditambah inbond deposit sekitar Rp 15.000.000.
Pada invoice tebus DO, komponen tagihannya bermacam-macam, antara lain Admin fee 1xBL Rp 657.172, lalu Cleaning Fee 15×20 GP Rp 8.682.300, Destination Terminal Handling Charge mencapai Rp 20.620.462, Lift On Lift Off Rp 9.767.587, dan biaya Equipment Handling Charge Rp 17.364.600.
“Bagaimana biaya logistik Indonesia nggak mahal, karena agen-agen shipping menerapkan biaya semaunya dan ngga ada dasar tarif yang jelas,” kata Capt. Subandi, Ketua Umum GINSI, kepada Ocean Week, Rabu (27/11), di Jakarta.
Capt. Subandi pun mengaku pernah juga mengalami hal yang itu. “Biaya tebus DO untuk 15 box bisa mencapai Rp 57 juta, dan uang jaminan Rp 15 juta. Padahal, ada aturan tak boleh lagi mengenakan biaya uang jaminan, ternyata masih juga pelayaran (keagenan) lakukan itu,” ungkapnya lagi.
Subandi pun menanyakan, sebenarnya biaya yang ditagihkan keagenan (pelayaran) itu untuk kegiatan yang mana dan untuk kegiatan apa.
Menurut Capt. Subandi, ada 2 hal penting yang dilanggar agen-agen pelayaran, yakni pertama, Tarif yang dikenakan kepada pemilik barang saat tebus DO sesukanya sendiri dan tidak ada ketentuan. Kedua, mengenakan biaya yang tidak ada pelayanannya, padahal kita menganut no service no pay. “Ini sama dengan pemalakan ataupun pemerasan,” katanya kesal.
Ketua Umum GINSI inipun menegaskan jika kedua hal tersebut melawan kebijakan dan keinginan Presiden (Presiden Jokowi) agar biaya logistik diindonesia bisa terkendali atau turun. “Jika praktik-praktik seperti ini terus dibiarkan oleh pemerintah, jangan harap biaya logistik di Indonesia dapat bersaig dan bisa seperti negara-negara tetangga, murah,” tegasnya. (***)Pemilik barang anggota GINSI Jakarta kembali menjerit dan mengeluhkan terhadap mahalnya pengenaan biaya importasi (tebus DO dan uang jaminan) yang ditagihkan pelayaran (keagenan) per kontainer mencapai puluhan juta rupiah.
Untuk menebus DO saja, total biaya yang harus dibayarkan mencapai Rp 57.086.122, ditambah inbond deposit sekitar Rp 15.000.000.
Pada invoice tebus DO, komponen tagihannya bermacam-macam, antara lain Admin fee 1xBL Rp 657.172, lalu Cleaning Fee 15×20 GP Rp 8.682.300, Destination Terminal Handling Charge mencapai Rp 20.620.462, Lift On Lift Off Rp 9.767.587, dan biaya Equipment Handling Charge Rp 17.364.600.
“Bagaimana biaya logistik Indonesia nggak mahal, karena agen-agen shipping menerapkan biaya semaunya dan ngga ada dasar tarif yang jelas,” kata Capt. Subandi, Ketua Umum GINSI, kepada Ocean Week, Rabu (27/11), di Jakarta.
Capt. Subandi pun mengaku pernah juga mengalami hal yang itu. “Biaya tebus DO untuk 15 box bisa mencapai Rp 57 juta, dan uang jaminan Rp 15 juta. Padahal, ada aturan tak boleh lagi mengenakan biaya uang jaminan, ternyata masih juga pelayaran (keagenan) lakukan itu,” ungkapnya lagi.
Subandi pun menanyakan, sebenarnya biaya yang ditagihkan keagenan (pelayaran) itu untuk kegiatan yang mana dan untuk kegiatan apa.
Menurut Capt. Subandi, ada 2 hal penting yang dilanggar agen-agen pelayaran, yakni pertama, Tarif yang dikenakan kepada pemilik barang saat tebus DO sesukanya sendiri dan tidak ada ketentuan. Kedua, mengenakan biaya yang tidak ada pelayanannya, padahal kita menganut no service no pay. “Ini sama dengan pemalakan ataupun pemerasan,” katanya kesal.
Ketua Umum GINSI inipun menegaskan jika kedua hal tersebut melawan kebijakan dan keinginan Presiden (Presiden Jokowi) agar biaya logistik diindonesia bisa terkendali atau turun. “Jika praktik-praktik seperti ini terus dibiarkan oleh pemerintah, jangan harap biaya logistik di Indonesia dapat bersaig dan bisa seperti negara-negara tetangga, murah,” tegasnya. (***)