Kadin Indonesia berharap bisnis di sector transportasi dan logistic pada tahun 2017 ada angin segar, karena sektor transportasi menyumbang 5,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di 2016 dengan pertumbuhan rata-ratanya 7 persen.
Kadin Indonesia juga mengapresiasi kebijakan pemerintah yang telah mendorong terjadinya peningkatan konektivitas dan infrastruktur Indonesia.
Meski begitu, Ketua Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto menyadari masih banyak pekerjaan rumah pada sektor transportasi dan logistik. Karena itu Carmelita berharap di tahun 2017 ini sector-sektor usaha itu tidak bertemu masalah yang sama lagi sebagaimana tahun lalu.
Apalagi sektor transportasi merupakan unsur penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Global Competitiveness Report menyebutkan, peringkat Indonesia untuk infrastruktur jalan, transportasi udara, laut, dan kereta api telah membaik.
Seperti diketahui Logistics Performance Index (LPI) atau Indeks Logistik Indonesia tahun 2016 menurun dari peringkat 53 dengan skor 3,08 tahun 2014 menjadi 63 dengan skor 2,98 tahun 2016.

Carmelita mengatakan keberhasilan pembangunan sektor transportasi menjadi tugas bersama antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi dan masyarakat. “Kami berharap seluruh elemen bangsa berkontribusi secara konstruktif mencari solusi efektif dan berkelanjutan dalam membangun transportasi di Indonesia,” ujar Carmelita yang juga Ketua Umum DPP INSA ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati kepada pers menyatakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) telah mengingatkan pemerintah agar melakukan keselarasan kebijakan antar kementerian untuk memperkuat dan mendorong industri di dalam negeri. Sinkronisasi mutlak dilakukan agar industri mampu bertahan di tengah makin derasnya gempuran produk impor masuk ke negeri ini.
“Hasil analisa kami, banyak kebijakan yang bisa diidentifikasikan itu justru melemahkan industri dalam negeri. Kebijakan yang tidak sinkron lintas kementerian ini justru melemahkan industri dalam negeri, terutama berkaitan dengan kebijakan perdagangan dan importasi,” ungkapnya.
Salah satu kebijakan yang tidak selaras, antara lain Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 87/2015 tentang ketentuan impor produk tertentu dan Permendag 70/2015 tentang angka pengenal importir (API), yang diproses kalangan industri.
Selain itu juga Permendag No 73 Tahun 2014, terdapat ketentuan importir terdaftar (IT); angka pengenal importir (API); dan verifikasi teknis di pelabuhan muat, setelah ada deregulasi dengan hadirnya Permendag No 87 Tahun 2015, hanya ada satu ketentuan yakni cukup memiliki angka pengenal importir umum(API-U).
Di satu sisi ada keinginan memperkuat industri dalam negeri, di sisi lain justru membuka keran impor besar-besaran. “Impor produk konsumsi itu sekarang ini tidak karu-karuan, besar sekali. Ini karena importir umum itu bebas mengimpor apa saja,” ujarnya.
Karena itu, menurut dia, pemerintah harus memberi dukungan nyata bagi industri dalam negeri. Artinya, jangan sampai berbagai kebijakan atau deregulasi yang dikeluarkan pemerintah, justru malah membuat produk dari negara lain kian mudah masuk.
Enny mengingatkan, bila importasi produk-produk tertentu, seperti kosmetik, yang memiliki korelasi dengan isu kesehatan, tanpa melewati proses verifikasi, tanpa pemeriksaan dinilai akan merugikan dari sisi konsumen. Ini karena kualitas yang tidak terkontrol. Karena itu, tidak bisa lagi desain kebijakan dibuat parsial.
“Ini paling dirugikan tentu produsen, industri dalam negeri. Di tengah pelemahan daya beli, masyarakat sudah tidak berpikir kualitas , yang penting mereka bisa mengakses barang produk sejenis, asal harga murah. Sementara itu, para importir juga tidak perduli, dengan biaya logistik lebih murah, mereka lebih suka impor, walaupun dari China,” kata Enny.
Pada bagian lain, Kadin Indonesia menyambut baik rencana pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid XV. Namun ada sejumlah masukan yang diberikan pengusaha untuk paket kebijakan ekonomi.
Komite Tetap Kadin Bidang Perhubungan Hengki Purwoto mengatakan, pihaknya akan memberikan beberapa rumusan yang bisa jadi masukan untuk mempertajam deregulasi dalam paket ini. Salah satunya yaitu ada area persaingan yang sama antara pengusaha swasta dan BUMN.
“Jadi bagaimana ciptakan level playing field yang lebih merata, jadi ada persiangan yang sehat antara BUMN dan swasta baik di sektor logistik dan transportasi,” ujarnya.
Kemudian dalam paket kebijakan ekonomi tersebut pengusaha juga berharap ada aturan yang lebih memberikan kepastian usaha bagi para pengusaha logistik dan transportasi Tanah Air.
“Kita minta ada kepastian kebijakan karena menyangkut kepastian bisnis. Kalau terlalu cepat terjadi perubahan kebijakan akan jadi discourage bagi dunia usaha. Ini meliputi penyusunan kebijakan yang mengurangi uncertainty, termasuk ciptakan regulasi yang harmonis dan tidak tumpang tindih,” katanya.
Sementara itu, Pemerhati Transportasi Nasional, Danang Parikesit mengatakan, dalam pembahasan paket kebijakan ekonomi, ada beberapa peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang menjadi subjek deregulasi. Salah satunya soal kelembagaan yang bertanggungjawab mengelola sistem logistik Indonesia.
“Soal kelembagaan pengelolaan logistik Indonesia. Selama ini kita tidak cukup progresif karena yang namanya logistik sangat lintas sektor, maka butuh kelembagaan yang kuat untuk kelola deregulasi ini,” ujarnya. (**)