Indonesia-Malaysia-Thailang Growth Triangle akan menggelar kegiatan IMT-GT Infrastructure and Transportation di Banda Aceh, pada tanggal 24 – 25 Agustus 2016 mendatang.
Menurut Koordinator Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) se Sumatera, Khairul Mahalli, kegiatan tersebut dimaksudkan dapat menghasilkan dan meningkatkan ‘barter trade’ antara ketiga negara itu.
“Kita berharap kerjasama ketiga negara ini dapat meningkatkan perdagangan. Meski sekarang sebenarnya sudah juga terjadi barter perdagangan, misalnya setiap hari sekitar 25 pesawat dari Medan ke Malaysia mengangkut komoditi, begitu sebaliknya. Kita ingin hal serupa dapat dilakukan melalui pelabuhan Malahayati Aceh,” ungkap Khairul di Medan, kemarin.
Kata Sekjen Asosiasi Depo Kontainer Kosong Seluruh Indonesia (Asdeki) ini, kerjasama IMT-GT sudah diresmikan sejak 1993 lalu yang diinisiasi oleh mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Mahathir Muhammad, mantan Presiden Indonesia, Soeharto, dan mantan Perdana Menteri Thailand, Chuan Leekpai.
Kerjasama ini diinisiasi oleh IMT-GT menyediakan kerangka sub-regional untuk mempercepat pertumbuhan kerjasama ekonomi dan integrasi antar para anggotanya. Saat ini anggota kerjasama ini terdiri dari 32 provinsi dan negara bagian, antara lain 10 dari Indonesia (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Lampung), 8 dari Malaysia (Perlis, Kedah, Pulau Pinang, Perak, Selangor, Kelantan, Melaka, dan Negeri Sembilan) dan 14 dari Thailand (Yala, Pattani, Songkhla, Narathiwat, Satun, Trang, Phattaling, Nakhon si Tammarat, Chumphon, Ranong dan Surat Thani.
Kerjasama sub-regional seperti ini juga dilakukan antara Thailand, Laos, Kamboja, Myanmar juga bagian selatan Republik Rakyat Tiongkok dalam kerangka Greater Mekong Subregion, juga kerjasama BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipines – East Asean Growth Area). Ketiga bentuk kerjasama sub-regional ini nyatanya berusaha untuk meningkatkan kapabilitas negara-negara ASEAN dalam rangka integrasi ekonomi dan masyarakat Asia Tenggara dalam koridor Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Khairul juga menginformasikan bahwa kerjasama IMT-GT juga telah melahirkan beberapa proyek antara lain, Ro-Ro Melaka-Dumai, Melaka-Pekanbaru Power Interconnection, Toll Road Sumatera, Pengembangan Pelabuhan di Sumatera, Green Cities Initiatives, dan Special Border Economic Zones.
Dalam Blueprint IMT-GT 2012-2016, disebutkan bahwa Aceh akan “kebagian” proyek pembangunan jalan tol dari Banda Aceh ke Kuala Simpang. Tetapi realitanya, jalan tol yang dimaksud tidak/belum terbangun hingga saat ini. Walaupun perencanaan pembangunannya telah diinisiasi pada tahun ini. Namun demikian, beberapa tahun terakhir peningkatan kualitas jalan raya di seluruh Provinsi Aceh (terutama di pesisir utara-timur dan barat-selatan) sudah sangat baik apabila dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara. Hanya saja, peningkatan kualitas jalan raya di wilayah tengah Aceh masih banyak mengalami kendala, seperti keadaan kontur tanah yang kurang stabil, jalur jalan yang curam dan mendaki, dsb. Hematnya, kualitas jalan raya yang baik telah cukup memudahkan dan memperlancar transportasi komoditas Aceh untuk dipasarkan ke dalam dan luar negeri. Terutama bagian tengah Aceh yang merupakan daerah produsen kopi dengan kualitas ekspor terbaik di Aceh. Dalam data realisasi ekspor dari tahun 2010-2015 yang dikeluarkan oleh Bainprom Aceh, kopi merupakan komoditas ekspor non-migas paling besar bagi Aceh (Bainprom Aceh, 2016).
“Diresmikannya pengembangan dan pembangunan pelabuhan Malahayati dapat menjadi bagian konektivitas terhadap pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan ekspor,” tutur Khairul.
Dalam hal membentuk maritime connectivity antara para anggota IMT-GT, upaya Pemerintah Pusat maupun Aceh dapat dikatakan belum maksimal. Walaupun begitu dalam konteks tourism connectivity, wilayah kota Sabang agak lebih maju dibandingkan daerah Aceh lainnya.
Sebagai missal, pada tahun 2015 lalu ada 6 kali kapal pesiar membawa tourist sekitar 78.883 orang. Kapal-kapal pesiar ini umumnya mengambil rute Phuket-Langkawi-Sabang sebagai bagian dari destinasi wisata mereka. Kemudian, hampir 8-10 yacht setiap bulannya juga datang dan bersandar di Sabang. Umumnya, yacht ini berasal dari Langkawi ataupun Phuket. (ow)