“Siapa saja boleh pro dan kontra. Kalau dibilang carut marut apa iya. Kalau yang muncul kata tol laut terus kenapa selalu Kemenhub yang disorot. Apa iya harga dipasar juga tugasnya kemenhub untuk nurunin harga. Sejak kapan kemenhub punya peran operasi pasar,” katanya menjawab Ocean Week, Senin pagi (24/8).
Menurut Capt. Antoni yang benar bahwa saat ini daerah 3T sudah terkoneksi. “Jika masih terdapat kekurangan-kekurangan yang ada di Kemenhub selalu memperbaiki diri,” ujarnya lagi.
Bagi Capt. Antoni, Tol laut itu lebih merupakan ship create the trade. Mencoba agar ada perdagangan di daerah 3T. Dengan adanya perdagangan di wilayah 3T diharapkan jangka panjangnya akan turun harga barang pokok.
“Semua unsur baik pemerintah, swasta, masyarakat, media perlu kemudian memahami betul keberadaan kapal tol laut ini. Perlu memberikan sosialisasi semaksimal mungkin, perlu kampanye sesering mungkin, perlu mengencourage pedagang pedagang tidak bermain dan lain-lain, walaupun tentunya mekanisme pasar dan hukum supply and demand berlaku,” jelasnya panjang lebar.
Capt. Antoni juga menyatakan saat ini banyak hal yang dilakukan Kemenhub (Hubla) untuk pengembangan program tol laut tersebut.
Titik fokusnya lebih kepada kolaborasi agar warga setempat dan Pemda dapat menjual hasil daerahnya ke jawa. “Kata kuncinya kolaborasi,” ungkapnya.
Memang untuk mensukseskan program tol laut tak mungkin dilakukan hanya oleh Kemenhub sendirian, mesti melibatkan antara lain unsur Kementerian Perdagangan, Pemerintah Daerah, Koperasi, UMKM, BUMN dan instansi terkait lainnya.
Sayangnya koordinasi diantara mereka masih belum tercapai optimal. Dan masyarakat juga teropini dalam pikirannya jika mendengar tol laut, pasti langsung yang ada di benaknya adalah Kemenhub, bukan instansi yang lain.
Padahal, Kemenhub itu hanya bagian dari instansi-instansi lainnya, karena Kemenhub hanya menyiapkan sarana angkutnya saja, subsidinya, bukan mengatur perdagangannya, serta angkutan di daratnya. Itu yang mestinya dipahami oleh masyarakat.
Dalam catatan ocean week, sebenarnya progres tol laut sudah ada peningkatan keterisian barang yang diangkut menggunakan tol laut.
Misalnya, pada tahun 2016 muatan tol laut tercatat sebesar 81.404 ton, melonjak menjadi 233.139 ton pada 2017, dan menjadi 239.875 ton pada 2018, meningkat sedikit menjadi 245.378 ton pada 2019.
Perlu pula menjadi catatan bahwa jumlah pelabuhan yang terkoneksi dengan tol pelabuhan juga mengalami peningkatan, yaitu 31 pada 2016, 43 pada 2017, 61 pada 2018, 76 pada 2019, 99 pada 2020.
Jadi jika ada sebagian masyarakat yang mengkritik bahwa tol laut merupakan salah satu program yang belum optimal, syah-syah saja. Namun, pihak Kemenhub (Hubla) sudah berupaya sungguh-sungguh untuk melaksanakan porgram tol laut yang menjadi andalan Presiden Jokowi tersebut.
Berikut ini adalah contoh jalur tol laut Indonesia:
- Tanjung Priok, Tanjung Batu, Tarempa, Natuna, Tanjung Priok.
- Teluk Buyur, Pulau Nias Gunung Sitoli, Mentawai, Pulau Enggano, Teluk Buyur.
- Tanjung Perak, Belang Belang, Sangatta, Nununkan, Pulau Sebatik, Tanjung Perak
- Tahuna, Kahakitang, Buhias, Tagulandang, Biaro, Lirung, Melangoane, Kakorotan, Miangas, Marore, Tahuna.
- Tanjung Perak, Makaasar, Tahuna, Tanjung Perak
- Tobelo, Maba, Gebe, Obi, Sanana, dan Tobelo.
- Tanjung Perak, Wanci, Namlea, Tanjung Perak.
- Tanjung Perak, Tidore, Morotai, dan Tanjung Perak.
- Tanjung Perak, Nabire, Serul, Wasior, Tanjung Perak.
- Biak, Oransbari, Weren, Sarmi, Biak.
- Tanjung Perak, Timika, Agats, Merauke, Tanjung Perak
- Tanjung Perak, Fakfak, Kaimana, Tanjung Perak.
- Tanjung Perak, Larantuka, Adorana, Lewoleba Tanjung Perak.
- Tanjung Perak, Saumlaki, Dodo, Tanjung Perak.
- Tanjung Perak, Kalbahi, Moa, Rote, Sabu, Tanjung Perak. (***)