Lengkuas merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di wilayah Belitung. Pulau kecil yang begitu eksotis, dipadati pepohonan kelapa, menjadi menarik sebagai salah satu tempat wisata di pulau ini.
Hampara pasir putih berpadu dengan birunya air laut yang menghasilkan garis pantai unik, seolah ingin menyampaikan pesan yang dapat menghipnotis setiap orang yang melihat keindahan alam Laskar Pelangi ini.
Lengkuas menjadi sangat menarik dan banyak disinggahi wisatawan karena di lokas itu, terdapat sebuah merusuar yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1882. Dan sampai sekarang masih tegak, serta selalu menyapa memberi tanda dimalam hari kepada para nelayan maupun nakhoda kapal yang melintasi wilayah itu.
“Dengan melihat lampu mercusuar, mereka (nelayan maupun nakhoda kapal) jadi tahu kalau memasuki wilayah Lengkuas Belitung,” kata Suherman, salah satu penjaga Mercusuar dari Kemenhub yang ditugaskan di pulau Lengkuas dari Februari 2018 lalu, saat bercerita kepada Ocean Week, Minggu (4/3).

Suherman tidak sendiri disini, dia bersama Mujib mendapat tugas dari Boedhi Setiadjid, Kepala Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok, Ditjen Hubla, bersama puluhan petugas mercusuar lainnya yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.
Suherman mengungkapkan bahwa fungsi mercusuar tersebut untuk membantu navigasi pelayaran. “Para nelayan juga sangat terbantu dengan mercusuar ini, karena dengan melihat lampu mercusuar, mereka jadi tahu kalau sudah memasuki wilayah Lengkuas Belitung,” ucap bapak anak tiga ini.
Untuk diketahui bahwa nama Langkuas berasal dari kata Long House atau rumah panjang. Waktu itu masyarakat desa Tanjung Kelayang dan Tanjung Binga yang bekerja membangun menara (mercusuar) tidak bisa mengucapkan bahasa Inggris long house, melainkan mengucapkan kata itu dengan Leng Kuas, akhirnya karena terbiasa menyebut dengan lengkuas, orang Belanda sebagai mendor/pengawas pembangunan mercusuar itupun ikut menyebut long house dengan kata Lengkuas, hingga sekarang ini.
Suherman, ungkapnya, sebenarnya sudah pernah ditugaskan di Lengkuas pada tahun 1996. “Jadi ini untuk yang kedua kalinya tugas disini. Cuma dulu belum seramai sekarang, sudah banyak wisatawan datang untuk menikmati keindahan alam, maupun sekedar melihat monumen mercusuar yang menjulang tinggi,” ujarnya.
Sebagai abdi negara yang bertugas di tengah pulau, tentu Suherman merasa sedih, karena mesti meninggalkan anak-istri. Apalagi kalau sedang sakit, pikirannya selalu mengingat keluarga. “Tapi kami banyak teman disini yakni para nelayan,” ungkapnya.
Para nelayan, itulah menjadi pahlawan pertama, dikala dia sedang sakit dan perlu berobat ke kota (Belitung). Sebab, merekalah transportasi satu-satunya yang bisa membawanya ke kota.
Setelah cukup lama bercerita, Suherman kemudian mengajak Ocean Week berkeliling untuk melihat disetiap sudut bangunan Mercusuar. Sejumlah gambar mercusuar di pulau lain pun terpampang disitu.
“Ini KN Mitra Utama, salah satu kapal pengiriman logistik penjaga mercusuar,” kataya sambil menunjuk gambar kapal Mitra Utama.
Dia hanya berharap, supaya mercusuar di Lengkuas ini bisa terus sebagai monumen sekaligus cagar budaya, sehingga anak cucu bisa mengetahui jika pernah ada sejarah kemaritiman di pulau ini. (***)