Kelancaran arus ekspor dan impor di pelabuhan Tanjung Priok kembali didiskusikan oleh komunitas angkutan laut (Kadin DKI Jakarta), bertempat di Holiday In, jakarta Utara, Rabu (1/11).
Kali ini menghadirkan Nara sumber, antara lain Edy Putra Irawady, Deputi Kemenko perekonomian RI, lalu Kepala OP Nyoman Gede Saputera, kemudian Fajar Doni dari Bea Cukai, serta Elvyn G. Masassya, Dirut Pelindo II.
Ada yang menarik dalam diskusi kelancaran arus barang di pelabuhan Tanjung Priok tersebut, karena disatu sisi muncul keinginan untuk itu, sementara dipihak lain ada Permendag no. 63/2017 dan turunannya no. 71.
Salah satu kontroversi yang disebutkan dalam Permendag itu adalah barang harus diinspeksi lagi di pelabuhan tujuan, dan ini bukan saja memperlambat waktu keluar barang, namun juga menimbulkan high cost logistik.
Namun kebijakan Permendag ini menuai protes dari pelaku usaha, karena itu pemberlakuan peraturan tersebut diundur hingga Februari 2018.
ALFI DKI Jakarta pun ikut menghimbau, dan minta agar Permendag 63/2017 dikaji ulang, demi kelancaran barang ekspor impor di pelabuhan, khususnya Tanjung Priok.
“Kami minta agar Permendag ini dikaji lagi, karena barang itu sudah diinspeksi (periksa) melalui laporan surveyor diluar negeri. Selama ini sudah jalan, sampai di Priok tinggal ambil, tapi dengan adanya Permendag itu, barang yang sudah diperiksa, lalu diperiksa lagi. Ini sangat bertolak belakang dengan keinginan pemerintah sendiri yang ingin agar cepat, dan tidak mahal,” kata Heri Soputan, Komite Tetap Angkutan Laut dan Kepelabuhanan ALFI DKI Jakarta, kepada Oceanweek, disela diskusi panel Kadin Jakarta, di Sunter Jakarta Utara, Rabu (1/11).
Sementara itu, Dyah Purbandani, dari Kemenko Perekonomian menyatakan setuju dengan satu pemeriksaan saja.
“Pemerintah ingin agar pemeriksaan dilakukan sekali saja, apakah cukup diluar negeri, atau di pelabuhan dalam negeri, supaya tidak menambah cost, juga memperlancar lalu lintas barang,” katanya. (***)