Implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok yang dilakukan mulai 1 Juli 2020 nanti, menggelitik sejumlah kalangan yang mempertanyakan siapa Coast Guard untuk kedua selat tersebut. Apakah KPLP, Bakamla, Angkatan Laut, atau Kepolisian?.
Pengamat pertahanan laut, Laksamana Muda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto, S.T. MH menyatakan bahwa TSS tersebut lahir dari Maritime Safety Commite di IMO.
“Maritime Safety ini menyangkut Keselamatan dan Keamanan Pelayaran sebagaimana yang diatur pada pasal 116 UU 17/2008 tentang Pelayaran. Jadi dalam hal menyangkut TSS maka aturan perundangan yang dipakai adalah UU 17/2008 tentang pelayaran,” kata Soleman Ponto kepada Ocean Week, Selasa sore (23/6), di Jakarta.
Dia menjelaskan, pada penjelasan UU 17/2008 disebutkan dengan jelas bahwa Penegak Hukum dalam menjamin Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah Penjaga laut dan Pantai atau Sea and Coast Guard.
Ironisnya, ungkap Soleman menyayangkan, sampai saat ini Sea and Coast Guard atau Penjaga laut dan Pantai (PLP) belum terbentuk.
“Kalau begitu, sejatinya Tidak Ada Penegak Hukum di TSS. Lalu bagaimana dengan Kesatuan Penjaga laut dan Pantai (KPLP) yang sekarang sedang melakukan latihan untuk Penegakan Hukum di TSS?,” ujar Soleman bertanya.
Menurut dia, KPLP yang ada saat ini dibentuk hanya berdasarkan Keputusan Menteri (KM Nomor 65 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai). Sesuai UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diatur bahwa Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri tidak mengatur tentang Penegakan Hukum.
“Akibatnya KPLP yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri atau Peraturan Menteri ini Sejatinya bukan penegak hukum. Karena sebagai Penegak Hukum harus diatur oleh Undang-undang. Itulah sebabnya KPLP ini kemudian diperkuat menjadi Penegak Hukum sebagaimana yang diatur dalam penjelasan UU 17/2008 yang menyebutkan bahwa Sea and Coast Guard atau Penjaga laut dan Pantai adalah perkuatan dari KPLP,” kata Soleman lagi.
Hal inilah yang menurut Soleman dimanfaatkan oleh KPLP untuk bertindak sebagai Penegak Hukum untuk menegakan aturan Keselamatan dan Keamanan Pelayaran di TSS.
“Tapi sampai kapan KPLP harus bersandiwara seperti itu?. Tentunya tidak bisa berlama-lama,” ucapnya.
Dengan diberlakukannya TSS di selat Sunda dan selat Lombok, sambung Soleman, maka pemerintah suka tidak suka, mau tidak mau harus segera membentuk Penjaga Laut dan Pantai atau Sea and Coast Guard yang merupakan perkuatan dari KPLP sebagai mana yang diatur oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran. Hal ini tentunya untuk menjaga wajah Indonesia di mata dunia internasional.
Untuk diketahui, bahwa saat ini pemerintah (Kemenhub) sedang fokus mempersiapkan implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok yang akan dimulai pada 1 Juli 2020. (***)