Sekitar 22 ribu truk petikemas setiap hari keluar masuk Jakarta berkegiatan dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok. Akibatnya, kemacetan di sekitar pelabuhan Tanjung Priok kerap terjadi, bahkan di dalam pelabuhan, pada hari-hari tertentu antrean truk yang akan mengapalkan muatannya ke terminal 3 atau TO 3 mengular sangat panjang.
“Makanya, terminal petikemas disini (JICT, NPCT1, Koja, TO 3, MAL) mesti punya sistem untuk itu, punya standar. Kalau diluar negeri (pelabuhan-pelabuhan di Asia) mulai truk masuk hingga keluar standarnya 30 menit, apakah disini (di Priok) sudah seperti itu, jangan sampai terminal-terminal itu melayani tidak sesuai dengan kemampuannya, sehingga pelanggan (konsumen) menjadi korban, itu yag saya lihat disini,” kata Gemilang Tarigan, Ketua Aptrindo kepada Ocean Week, di Kantornya di Tanjung Priok, Rabu siang (5/12).
Tarigan juga menyoal masalah timbangan yang hanya satu, dan sering ngadat. “Ya timbangan untuk petikemas, sebelum ada VGM pun sudah ada dan wajib, karena ini memang aturan internasional, karena kalau tidak ditimbang dan muatan berlebih, kapal bisa miring karena bebannya kelebihan,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga menyoroti tentang terminal booking yang menurut Tarigan belum dikerjakan atau dilakukan. “Kalau ini truk sesuai dengan terminal booking, kami yakin tak ada antrean. Di pelabuhan umumnya pada waktu pagi sampai menjelang siang kosong, tapi dari jam 6 sore sampai pagi lagi sangat padat. Makanya sistem di pelabuhan mesti dirubah. Kan idealnya di pelabuhan tidak ada antrean,” kata Tarigan lagi.
Menurut dia, kalaupun ada antrean truk, mestinya di lokasi waiting area. “Sudah ada buffer area, dan itu bagus, truk yang masih menunggu dokumen selesai, nunggu aja di buffer area, dan harusnya buffer area dimiliki oleh semua terminal,” ujarnya.
Konsep buffer area oleh Pelindo II yang berada di Inggom, dinilainya cukup bagus dan bisa mengatasi kemacetan.
Tarigan berharap, kemacetan di Priok maupun di Jakarta dan sekitarnya dapat segera diatasi, karena dengan 6,5 juta TEUs volume petikemas yang dilayani di pelabuhan Tanjung Priok per tahun, menjadi magnet menarik, dan itu tak terlepas dari truk sebagai sarana angkut petikemas-petikemas tersebut.
Apalagi sekarang, ada pembatasan jam untuk truk masuk ke Jakarta, itu sudah sangat merugikan bagi usaha truk petikemas. “Kalau dulu truk mengangkut barang (petikemas) dari Priok ke Tangerang atau ke Karawang, bisa dua rit sehari, sekarang hanya satu rit saja. Kita sudah banyak kehilangan waktu, karena peraturan mulai jam 6 pagi sampai jam 9 tak boleh, itu sudah kehilangan waktu 3 jam, belum lagi kemacetan, sekarang pengusaha truk susah,” jelasnya panjang lebar.
Karena itu, Tarigan berharap, kemacetan di Jakarta dan sekitarnya dapat segera dicarikan solusinya. “Mungkin kalau jalan tol yang langsung ke pelabuhan dari Cibitung-Priok selesai dibangun, bisa mengurangi kemacetan tol Cikampek-Priok,” katanya.
Pengamatan Ocean Week, kemacetan khususnya di Priok mulai dari tol depan Pertamina hingga Plumpang, karena selain ada lampu merah, juga adanya pintu tol di depan kantor Polres Jakarta Utara, disitu selain ada lampu merah, juga ada belokan dari kedua arah, begitu pula di Plumpang Jakut terjadi hal yang sama. Akibatnya antrean kendaraan sering terjadi setiap hari, karena banyaknya kendaraan. (wan/***)