Akhirnya, perjuangan panjang yang dilakukan Indonesia National Shipowners Association (INSA) untuk Beyond Cabotage berhasil sudah, menyusul keluarnya peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 82 tahun 2017 tentang ketentuan penggunaan angkutan laut dan asuransi nasional untuk ekspor dan impor barang tertentu.
Dalam pasal 3 di Permendag tersebut, disebutkan eksportir yang mengekspor batubara dan/atau CPO, pengangkutannya wajib menggunakan angkutan laut yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional. Dan itu mulai berlaku pada 26 April 2018 (sesuai pasal 13).
Keluarnya Permendag tersebut, kemudian memunculkan beragam pendapat, salah satunya Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto. “Saya kira, Permendag 82/2017 ini merupakan lanjutan dari paket kebijakan ekonomi 15 yang dikeluarkan Juni lalu yang banyak menyorot soal beyond cabotage,” kata Carmelita saat dihubungi Ocean Week, Selasa (12/12) pagi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan menyatakan, regulasi ini (Permendag 82/2017) dibuat guna meningkatkan daya saing industri pelayaran nasional di kancah dunia. “Secara prinsip, pemerintah mendorong penggunaan jasa angkutan dan asuransi indonesia untuk digunakan di perdagangan internasional,” ujarnya.
Dia berharap, untuk kedepannya, bukan hanya CPO, batubara, dan beras yang akan diwajibkan, namun seluruh komoditas utama nasional.
Artinya, kebijakan ini guna mendorong angkutan laut nasional dapat berkibar dalam kancah pelayaran internasional dan sebagai usaha mewujudkan beyond cabotage.
Dengan keluarnya kebijakan ini, diharapkan pelayaran nasional dapat semakin kuat dan dapat memberi kontribusi besar kepada negara Indonesia dari kegiatan ekspor-impor.
Sebagai gambaran pada tahun 2016, penggunaan kapal asing untuk kegiatan ekspor impor masih mencapai 93,7%. Sisanya menggunakan kapal berbendera merah putih hanya 6,4%.
Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia bidang Perhubungan, Asmari Herry juga mengapresiasi baik keluarnya kebijakan ini. “Ini sebuah kemajuan dan modal bagi pelayaran nasional, tinggal bagaimana pelaksanaan di lapangan,” katanya.
Direktur NTS, Ashar maupun Lukman Lajoni (praktisi pelayaran di Jawa Timur) pun menyambut baik Permendag 82/2017 ini. Bahkan keduanya berharap bukan hanya komoditi tertentu saja, tetapi seluruh hasil tambang serta komoditi yang diekspor wajib menggunakan kapal-kapal nasioal.
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI), Khairul Mahalli pun mengungkapkan kegembiraannya dengan keluarnya Permendag tersebut. “Saya sangat setuju sekali jika ekspor komoditi dari Indonesia diangkut menggunakan kapal nasional, tentunya dengan melibatkan stakeholders dan aturan pelaksanaannya jelas dan simple,” ungkapnya.
Untuk diketahui bahwa, perjuangan INSA untuk ini sudah lama dilakukan, yakni sejak Menteri Perdagangannya Gita Wiryawan. Alhasil, di era Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita inilah, peraturan tersebut dikeluarkan.
Tetapi, semua jangan suka cita dengan keluarnya Permendag 82/2017 itu, yang penting dipikirkan adalah sejauhmana kekuatan armada nasional kita dan pengusaha shipping line nasional mampu menangkap peluang tersebut. (***)