Pengamat kemaritiman dari ITS Surabaya, Saud Gurning pun menilai keluarnya Permendag 82/2017 ini adalah sebuah usaha yang baik dan menggembirakan. Khususnya untuk kembali menstimulus industri pelayaran dan asuransi nasional terkait kegiatan ekspor komoditas dominan Indonesia selama ini (Batubara dan CPO) maupun beras dan barang lain yang didanai atau untuk kepentingan pemerintah.
Saut Gurning menyatakan bahwa keterlibatan pelaku nasional dalam Permendag ini disebutkan dalam terminologi penguasaan proses atau kewajiban memakai perusahaan angkutan laut dan perusahaan asuransi nasional.
“Namun saya kira, supaya prefensi ini dapat terus terealisasi secara berkelanjutan (sustain) termasuk memberikan manfaat bagi semua pihak, maka usaha ini juga perlu mempertimbangkan usaha eksportasi dan importasi termasuk kegiatan perdagangan internasional lewat pendanaan nasional yang efisien atau bersaing. Kalau bisa tetap bersaing atau efisien maka preferensi ini akan lebih rasional secara komersial. Jadi tidak hanya karena dorongan regulatori,” ungkapnya saat dihubungi, Rabu (13/12) pagi.
Menanggapi kesiapan Armada nasional pada saat pemberlakuan Permendag April 2018 nanti, Saud Gurning mengungkapkan jika armada nasional saat ini belum siap. “Mungkin armada kapal nasional (berbendera merah-putih) yang diterima kelaiklautannya saat ini dalam catatan saya tidak lebih dari 200 unit kapal,” ucapnya lagi.
Jadi, perkiraan dosen S2 Transportasi ITS Surabaya ini dalam waktu mendekat respon pelaku pelayaran nasional terkait preferensi Permendag ini bila mendapatkan kesempatan oleh pemilik barang baik eksportir dan importir, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan.
Pertama yang paling praktis adalah menyewa/chartering kapal eksis tentu berbendera asing bila kontrak pengangkutan yang didapat adalah jangka pendek. Hal ini dimungkinkan lewat pasal 5 dan 6 di kebijakan itu.
Hal kedua yang dilakukan, jika pada periode enam bulan mendatang katakanlah April ada kontrak pengangkutan jangka menengah mungkin saja pilihannya adalah membeli kapal bekas. Baik di dalam negeri atau utamanya di luar negeri (karena opsi lebih banyak baik tipe dan kapasitas yang lebih besar).
Pilihan ketiga adalah membangun kapal sendiri jika mendapatkan kontrak jangka panjang, lewat galangan dalam negeri atau luar negeri.
“Ketiga pilihan ini saya kira akan tergantung juga atas pembiayaan ekspor/impor dari barang yang dikelola. Jika sumber pendanaan dari luar negeri maka kecenderungan pilihan penggunaan armada luar negeri (sewa atau beli bekas) akan lebih kuat. Termasuk pembangunan armada baru di luar negeri,” ungkap Saud Gurning.
Kata Gurning, bila pendanaan didapat dari dalam negeri maka eksportir/importir lebih memiliki opsi memakai armada/membangun armadanya di dalam negeri. Namun masih memiliki kebebasan memilih mana yang lebih efisien antara armada dalam dan luar negeri.
“Jadi dua hal yang penting dalam menciptakan efisiensi atau penguasaan yang rasional yaitu penguasaan armada yang dapat laiklaut untuk operasi internasional dan pendanaan. Dukungan asuransi dalam negeri saya kira juga diharapkan mendukung kegiatan pendanaan ekspor dan impor kita yang lebih efisien dan bersaing,” jelas Saud Gurning.
Jika dua hal ini tidak dapat dikendalikan maka, kecenderungan eksportir dan importir kita akan tetap pada pilihan asing. Seperti yang dinyatakan pada pasal 5.
Sebab menurut Gurning, kata ketersedia, bisa diartikan tersedia armada, tersedia awak kapal, dan layanannya dengan batasan biaya angkutan khususnya lewat laut dan pelabuhan yang disepakati eksportir dan penerima barang. Atau importir dan penjual barangnya.
“Jadi secara umum, Permendag ini menjadi kesempatan besar bagi industri pelayaran dan asuransi nasional. Sekaligus tantangan untuk lebih mampu memberikan efisiensi atau ketersediaan yang rasional/efisien secara komersial. Dan hal itu saya kira tidak bisa dicapai dalam jangka pendek. Mungkin bertahap hingga masa panjang,” katanya.
Lebih ideal lagi secara maksimal, penguasaan pelayaran nasional itu berorientasi pada penggunaan dan keterlibatan entitas bisnis domestik. Seperti galangan kapal, klasifikasi Indonesia, awak kapal, operator logistik nasional serta penyedia komponen kapal nasional. Sehingga lebih memberi dampak positif bagi perekonomian nasional. Sebab percuma saja jika penguasaan lewat ketersediaan jasa angkutan laut oleh pelayaran nasional namun faktanya sumber daya diparkir dan datang dari luar negeri, diawaki pelaut asing, galangan kapal asing serta industri komponen kapal asing.
Hasil Kerja Stakeholders
Di tempat terpisah, Darmansyah Tanamas, Wakil Ketua Umum III DPP INSA menuturkan Permendag No. 82/2017 merupakan hasil kerja sama seluruh stakeholder baik dari pelayaran swasta nasional yakni INSA, BUMN, asosiasi terkait, dan kementerian terkait.