Pemerintah (Hubla) menyatakan tak akan mencampuri soal rencana PTP memberlakukan konsep single billing di pelabuhan Tanjung Priok.
“Bagi kami (Hubla) yang terpenting adalah bagaimana layanan yang diberikan oleh operator terminal dalam melakukan melayani kegiatan kapal dan bongkar muat barang memenuhi keinginan pengguna jasanya. Bisa cepat, efisien, nyaman, aman dan transparan,” kata Capt. Wisnu Handoko, kepada Ocean Week, sebelum ngobrol bareng dengan wartawan perhubungan, di Jakarta, Jumat siang (1/11).
Mengenai single billing, kata Capt. Wisnu, hal itu merupakan ranahnya PT PTP dan para PBM. “Kami tidak mencampuri itu,” ujarnya.
Yang pasti Wisnu Handoko menyatakan agar PBM di Priok masih diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatannya.
Seperti diberitakan Ocean Week sebelumnya, dalam rangka meningkatkan layanan di pelabuhan Tanjung Priok, dan memberi kepercayaan kepada cargo owner adanya kepastian sandar kapal, serta bongkar muat barangnya, PTP berencana menerapkan single billing.
Konsep ini sebenarnya sudah diterapkan di Tanjung Priok oleh PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP), namun polanya PTP bekerjasama dengan Perusahaan Bongkar Muat (PBM), bukan ke Cargo Owner (CO).
Jadi PTP tak menyentuh sedikitpun CO, karena urusan CO menjadi wewenang PBM. Tetapi, pola itu oleh PTP akan dicoba untuk dirubah, nantinya PTP akan langsung mengikat kontrak dengan CO, sementara PBM hanya ditunjuk sebagai sub con dalam mengerjakan kegiatan bongkar muat.
“Konsep ini, semata untuk memberi rasa nyaman, kepercayaan bagi cargo owner secara berkelanjutan, sehingga cargo owner ada kepastian. Apalagi sekarang ini, persaingan diantara terminal semakin ketat,” kata Ari Hendriyanto, Wakil Dirut PTP kepada Ocean Week, di Tanjung Priok, kemarin.
Bahkan dengan single billing yang direncanakan PTP, para PBM tak lagi terbebani dengan CMS (jaminan uang ke PTP) dalam setiap kegiatannya.
“Kami juga sudah bertemu dengan para PBM (APBMI Jakarta), mendiskusikan soal ini, meskipun masih belum ada titik temu. Tapi, kami akan coba mengundang mereka (APBMI) lagi untuk mendiskusikan soal ini,” ujarnya lagi.
Menurut Ari, rencana penerapan single billing yang digagas PTP memang belum tersosialisasikan kepada para PBM. “Itu perlu kami sosialisasikan, jangan sampai ada salah tafsir. PBM juga tak perlu khawatir akan dimatikan. Kami tak ada niatan untuk itu, justru, tak akan ada yang berubah,” kata Ari menegaskan.
Dia memberi contoh, kalau selama ini ada PBM X membawa market XX, nantinya begitu cargo owner XX itu kontraknya beralih ke PTP, Ari menyatakan bahwa pihaknya tetap akan menunjuk PBM bersangkutan untuk menangani bongkar muatnya.
“Dengan single billing mitra kerja terminal akan memiliki bergaining position yang kuat dengan cargo owners karena operator pelabuhan/ terminal yang akan memastikan tidak ada banting tarif layanan dalam bongkar muat di pelabuhan,” ungkap Ari.
Jadi sekali lagi, Ari mengungkapkan, dengan konsep tersebut, tak ada yang berubah. PBM jangan khawatir, terkecuali marketnya yang membawa PTP sendiri, itu lain cerita.
Ari menilai dengan single billing, pendapatan PBM akan bisa tumbuh, mengingat selama ini PBM tidak memiliki pilihan dalam bergaining menghadapi cargo owners terhadap kegiatan bongkar muat yang pengerjaanya dilakukan lelang oleh pemilik barang.
Seperti diketahui, bahwa PTP pada 2018, mengantongi pendapatan Rp 2,2 triliun setelah menangani berbagai jenis kargo non peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok dan empat cabang pelabuhan lainnya, yakni Panjang, Bengkulu, Jambi, dan Banten.
PTP berhasil memproduksi bongkar muat kargo non peti kemas PTP pada tahun lalu mencapai 22 juta ton yang terdiri atas kargo umum, curah kering, curah cair, bag cargo, dan lain-lain. (**)