Pelaku Bisnis Kemaritiman dan Logistik bersama para jurnalis melakukan Sharing Session, membahas berbagai kebijakan kemaritiman untuk perbaikan regulasi dan operasional pada sektor Maritim dan Logistik, bertempat di IPC Car Terminal, Kamis (4/4).
Para tokoh yang hadir, antara lain Lukman Ladjoni (penasihat INSA), Theo Rinastowo (Direktur Pelayaran IFL), Capt. Supriyanto (Samudera Indonesia), Chiefy Adi K (Dirut IKT), Banu Amza (palayaran Sayusan Bahari), Ujang Munif (pelayaran Bukit Merapin), Nano (pelayaran Tresnamuda Sejati), Tresna Pardosi (Terminal MAL), Marwoto Sunu (pelayaran Gurita Lintas Samudera), Bambang Subekti (pengamat kemaritiman), Bay M. Hasani (mantan Plt. Dirjen Hubla), serta banyak lagi dari unsur kepelabuhanan.
Dalam diskusi santai tersebut, banyak masalah di sektor kemaritiman yang dilontarkan, terutama regulasi yang dikeluarkan di Kemenhub lewat Ditjen Hubla. Misalnya kebijakan kewajiban bagi kapal menggunakan AIS, lalu kebijakan kelayakan petikemas, jaminan petikemas, keamanan di laut, dan adanya lembaga baru Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP).
Lukman Ladjoni menyatakan, badan yang belum berpengalaman di bidangnya ini menjadi pertanyaan besar. “Apakah BTKP punya SDM dan organisasi yang bisa membantu tugasnya di seluruh Indonesia. Dulu badan ini lebih pada sebagai penguji dan sertifikasi alat-alat Disnav. Dan bagaimana dengan statutoria yang selama ini juga diberikan kepada PT BKI. Ini patut diduga, karena Hubla tak ingin BKI lebih baik lagi,” ungkap Lukman mengkritik.
Masalahnya SK Dirjen Hubla mengenai hal itu, sudah diterbitkan, dan BTKP harus bekerja setelah SK Dirjen Hubla itu terbit tertanggal 20 Maret 2019 lalu. “Pertanyaannya apakah sekarang BTKP sudah melakukan tugas dan fungsinya, bagaimana dengan BKI, apakah masih menerbitkan sertifikat setelah 20 Maret,” tanya Lukman.
Dia menyatakan, dengan adanya BTKP, lalu Ditkapel Hubla dikemanakan, dan apa fungsi Syhabandar. “Itu kan luar biasa, balai yang ada di bawah navigasi dibesarkan, sementara Ditkapel dan Syahbandar dikerdilkan. Ini menyedihkan,” kata Lukman.
Mayoritas pelayaran memang mempertanyakan siapa pelaksana yang mengeluarkan sertifikat. Owner Pelayaran Gurita Lintas Samudera, H. Sunarto kepada Ocean Week mengungkapkan bahwa penerbitan sertifikat tetap dilaksanakan oleh marine inspektur yang ada di KSOP-KSOP di daerah masing-masing, sementara BTKP hanya sebagai koordinator/penanggung jawab. “Saat ini masih masa transisi penyiapan sistem aplikasinya, dan sertifikat tetap dikeluarkan oleh KSOP,” kata Sunarto melalui WA kepada Ocean Week.
Sementara itu, Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim, melalui telekonferens dengan Capt. Supriyanto menyatakan bahwa INSA terus mengupayakan dan memperjuangkan supaya kebijakan baru ini tidak mengganggu kinerja pelayaran. “Bu Ketum INSA (Carmelita Hartoto-red) sudah membicarakan itu dengan Pak Menhub (Budi Karya Sumadi), nanti hasilnya kita tunggu saja, mudah-mudahan positif,” kata Budhi Halim yang waktu telepon sedang berada di Batam.
Sedangkan Bay M. Hasani menyatakan akan mencoba mencari informasi ke Kemenhub mengenai regulasi baru ini. Dia akan mempertanyakan, apa sebenarnya maksud tujuan dari dikeluarkannya kebijakan baru tersebut.
Positif
Dirut PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) mengapresiasi positif terhadap kegiatan ini. Bahkan Chiefy Adi K, mempersilakan kantornya terbuka untuk digunakan para pelaku bisnis kemaritiman sebagai sarana mendiskusikan problematika di sektor ini.
“Kita semua tidak akan bisa menjadi bagian dari masa depan, kebanggaan dan kebahagiaan Bangsa Indonesia, apabila kita tidak bisa membahagiakan pelanggan kita. Kita pun juga tidak akan bisa membahagiakan pelanggan, apabila kita tidak mampu membahagiakan pegawai kita,” kata Chiefy.
Salah satu indikator kesuksesan bisnis dalam sebuah ekosistem bisnis adalah sinergi semua pihak yang baik, efektif dan optimal di antara para pelaku bisnis dan stakeholdernya.
Dengan jalinan komunikasi yang kokoh berlandaskan mutual trust, mutual respect dan mutual understanding serta mutual benefit, maka seluruh kebijakan dan regulasi kemaritiman dalam sebuah mata rantai logistik dalam sebuah ekosistem bisnis tidak akan tercampuri oleh personal interest ataupun conflict of interest. Karena pada hakekatnya berbeda peran, berbeda instansi hanya soal kompetensi masing-masing. Namun muara dari tujuan semua peran yang berbeda tersebut adalah berkontribusi yang terbaik sesuai bidangnya untuk menjadi bagian dari masa depan, kebanggaan dan kebahagiaan Bangsa Indonesia.

Sebelum sharing session dimulai seluruh peserta diberikan kesempatan untuk melihat seluruh fasilitas IPCC seperti entertainment room, day care room, achievement showroom, meeting room, ruang musik dan band, fitness room, termasuk #PitStop Cafe IPCC yang rencananya akan dilunching minggu ke-4 bulan April 2019.
Chiefy Adi K, menyatakan, bahwa masukan untuk perbaikan kebijakan dan operasional sektor maritim dan logistik perlu dilakukan secara terstruktur dan bertahap agar seluruh aspirasi dapat tersampaikan dengan tepat sasaran dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi dari berbagai pihak, dan yang paling penting applicable, simple, GCG dan membuat semua happy.
Lukman Ladjoni juga menambahkan bahwa regulasi pemerintah harus lebih memudahkan pelaku usaha, baik terkait dengan kejelasan persyaratan yang harus dipenuhi maupun lembaga yang berwenang menerbitkan dan menertibkan.
“Pelaku usaha butuh kepastian regulasi dalam menjalankan bisnisnya,” kata Lukman.
Dalam kesempatan yang sama Theo mengharapkan peram asosiasi dalam melindungi anggotanya serta memperjuangkan aspirasi terhadap sebuah peraturan yang akan diterbitkan oleh pemerintah. Jangan sampai kepentingan anggota tidak terakomodasi.
Capt. Supriyanto menyampaikan, semoga dengan adanya kegiatan ini, mampu menciptakan cahaya terang bagi perkembangan dunia bisnis kemaritiman dan logistik Indonesia, dengan prinsip adil, transparan dan bersih. Momen-momen ini perlu dibuatkan notulen sharing dan berkala untuk dilakukan. (***)