Dua perusahaan pelayaran dari 4 pelayaran yakni PT SPIL dan Meratus Line cabang Makassar menunda pemberlakuan surcharge congestion hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.
Pemberitahuan itu disampaikan kedua pelayaran disampaikan melalui surat yang ditujukan kepada relasi masing-masing pelayaran itu. Dalam pemberitahuan yang disampaikan SPIL menyebutkan, bahwa memperhatikan dan mempertimbangkan situasi yang berkembang saat ini, dimana kondisi kongesti pelabuhan Makassar sudah mulai terurai, maka surcharge congestion yang rencananya diberlakukan per tanggal 14 Januari 2019, ditunda sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. “Kami akan melaukan review secara berkala setiap minggunya,” sebut surat itu.
Hal yang sama juga diberitahukan oleh PT Meratus Line. Menurut Ketua ALFI Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Syaifuddin Saharudi, penundaan surcharge congestion baru dilakukan oleh SPIL dan Meratus Line. “Dua pelayaran lagi yakni Samudera Indonesia dan Tanto Intim belum,” kata Syaifuddin kepada Ocean Week, Senin sore.
Dia berharap kedua pelayaran lagi segera melakukan hal serupa dengan yang lainnya.
Seperti diketahui bahwa empat pelayaran yakni PT Tanto Intime, PT Meratus Line, PT Samudera Indonesia, dan PT Salam Pasific Indonesia Line (SPIL), akan mengenakan surcharge congestion (biaya tambahan kongesti) sandar kapal kepada pengguna jasa di Terminal Petikemas Makassar (TPM) akibat antrean. Besarannya mencapai Rp 1 juta untuk kontainer 20 feet, dan Rp 2 juta untuk 40 feet.
Syaifuddin Saharudi atau akrab dengan panggilan Ipho itu menyatakan, anggota ALFI menolak keras terhadap tarif surcharge kongesti yang akan di terapkan oleh pelayaran, karena tidak sesuai dengan subtansi permasalahan.
“Dan itu bisa berdampak pada high cost logistik kita. Sudahlah jangan nambah beban kepada coustummer. Karena permasalahan antrean kapal itu ada pada operator pelabuhan akibat keterbatasan fasilitas dermaga dan peralatan tidak berbanding dengan kenaikan volume kapal dan volume bongkar muat container yang sudah mencapai 600 ribu TEUs di tahun 2018,” kata Syaifuddin kepada Ocean Week, Jumat (11/1) siang per telpon.
Di satu sisi, ungkap Ipho, pihak Pelindo Makassar juga sudah memberi insentif kepada operator pelayaran akibat hal tersebut sebagai kompensasi. “Pelindo juga memberi ruang kepada pelayaran untuk menggunakan dermaga konvensional serta dermaga MNP (Makassar New Port) untuk mengurai masalah tersebut,” ujarnya.
Syaifuddin mengungkapkan rencana biaya tarif tambahan itu bermula dari seringnya terjadi antrean kapal untuk bongkar muat di Terminal Petikemas Makassar (TPM). Akibat, antrean tersebut kemudian pihak pelayaran menerapkan surcharges congestion.
Dalam surat pemberitahuan dari pelayaran, menyebutkan perusahaan harus menarik surcharge congestion, karena kapal yang antre berhari-hari di TPM bisa memicu kerugian, karena menunggu lama untuk bongkar muat.
Pelayaran mengenakan biaya tambahan itu untuk rute Surabaya-Makassar-Out per stuffing full container, mulai 11 Januari 2019.
Syaifuddin menyebutkan, besaran biaya tambahan yang diinfokan dari pelayaran Tanto Intim untuk full day Courier Own Container (COC) atau Kapal yang memiliki peti kemas dan Shipper Own Container (SOC) atau kontainer milik eksportir kategori 20 feet dikenakan biaya kongesti Rp 1 juta per kontainer dan untuk 40 feet dikenakan surcharge congestion Rp 2 juta per kontainer.
Selain itu, untuk full reefer atau dilengkapi pengatur suhu, kategori 20 feet Reefer (RF) dikenai biaya Rp 2 juta per kontainer, dan 40 feet RF Rp 4 juta per kontainer.
Tidak tanggung-tanggung, relasi pun diwajibkan untuk meng-cover muatan dengan asuransi tipe ICC-A (paling terluas) untuk mengurangi risiko kerugian jika terjadi musibah.
Oleh karena itu, kata Syaifuddin, ALFI Makassar menolak tegas terhadap surcharge conghesty tersebut. Karena penumpukan kapal bukan disebabkan oleh perusahaan pelayaran, tetapi operator pelabuhan (Pelindo IV) lantaran kapasitas dari alat bongkar muat yang minim. “Tidak bisa pelayaran mengenakan biaya itu ke kami, karena keterlambatan itu bukan disebabkan oleh pemilik barang, tapi oleh operator pelabuhan,” ungkap Ipho. (***)