Sengketa antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN) sampai-sampai sejumlah menteri kabinet kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan. Bahkan masalah hukum kedua perseroan tersebut akan dimintakan kepada presiden untuk membicarakannya.
“Ini yang nanti saya (Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sekaligus Ketua Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi) dan Pak Menko Perekonomian (Darmin Nasution) akan bahas di rapat. Pak Menko sudah setuju, kita bawa ke rapat menteri. Bila perlu, kita minta Presiden yang memerintahkan. Karena kalau tidak, susah,” kata Yasonna kepada wartawan, belum lama ini.
Menurut Yasonna, penyelesaian sengketa pengelolaan Pelabuhan Marunda akan dibahas pada rapat menteri, jika ada kementerian dan BUMN yang tidak menjalankan rekomendasi Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi. “Masih ada keputusan Pokja IV yang hingga kini masih sulit dieksekusi. Karena hasil rekomendasi tidak ditindaklanjuti oleh kalangan internal pemerintah,” ungkapnya.
Seperti diketahui bahwa pada 17 Juli 2018 lalu, hasil rapat Pokja IV mengeluarkan rekomendasi terkait penyelesaian sengketa antara KBN dengan KCN. Rekomendasi itu antara lain, permasalahan hukum yang terjadi di antara kedua perseroan itu tidak boleh menghambat pembangunan proyek strategis nasional (Pier 2 dan Pier 3).
Menteri Yasonna mengaku banyak menerima pengaduan dan keluhan dari beberapa pengusaha, khususnya yang mengalami persoalan ketika melakukan investasi, seperti pemaksaan perubahan kontrak, kepastian hukum, serta gugat menggugat di badan arbitrase maupun di pengadilan hukum.
Ketika masalah sengketa hukum tersebut dikonfirmasikan kepada Yuserizal, KSOP Marunda, apakah hal itu mengganggu terhadap operasional di pelabuhan Marunda, sampai berita ini dibuat, Yuserizal belum memberi jawaban. Begitu pula saat masalah ini ditanyakan ke pihak DItjen Hubla, juga tak memperoleh jawaban.
Informasi yang diperoleh Ocean Week menyebutkan jika Kemenhub cq. Ditjen Hubla. cq KSOP Kelas IV Marunda telah meyerahkan memori banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Saat ini sedang dalam pemeriksaan Memori Banding di Pengadilan Tinggi Jakarta.
Dirut PT KBN Sattar Taba yang juga dikonfirmasi melalui selulernya sehubungan masalah sengketa tersebut, tak menjawab pertanyaan Ocean Week.
Untuk diketahui, sengketa antara KBN versus KCN bermula terkait porsi kepemilikan saham KCN yang merupakan perusahaan patungan antara KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU). KTU sebagai mitra swasta telah memenangi tender KBN atas pengembangan Kawasan C01 Marunda pada 2004 lewat tender yang dilakukan perusahaan pelat merah tersebut.
Kedua badan usaha itu kemudian bersepakat membentuk usaha patungan, KCN, dengan ketentuan bahwa KTU menyediakan seluruh pendanaan pembangunan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan serta pengembangan dermaga, sekaligus kepemilikkan 85% saham. Sedangkan KBN mempunyai 15% saham hanya dengan menyetorkan modal berupa goodwill garis pantai dari Sungai Blencong hingga Cakung Drain, dengan porsi saham yang tak terdelusi meski ada penambahan modal oleh PT KTU.
Pada 2016, setelah pembangunan Pier I dirampungkan, KCN yang berstatus Badan Usaha Pelabuhan kemudian ditunjuk oleh Menhub Budi Karya untuk melakukan konsesi. Persoalannya, kemdudian justru KBN malah menggugat konsesi tersebut.
Dalam sidang di pengadilan negeri Jakarta Utara, majelis hakim PN Jakut yang dipimpin Alam Cakra mengabulkan sebagian gugatan PT KBN atas perjanjian konsesi atas tergugat I (PT KCN) dan tergugat II (PT KTU).
Dalam amar putusannya, majelis hakim juga mewajibkan tergugat I dan II membayar kerugian materi yang ditetapkan separo dari tuntutan penggugat (PT KBN) sebesar Rp1.540 miliar menjadi Rp770 miliar.
Sidang terbuka yang mayoritas dihadiri para pegawai dan keluarga besar PT KCN dan PT KTU waktu itu majelis hakim meyakini telah terjadi pelanggaran hukum terkait perjanjian konsesi pinggiran pantai Marunda sepanjang 1.700 meter.
Tergugat I, II dan III (KSOP Marunda) dianggap melakukan perbuatan melawan hukum terkait keluarnya Perjanjian Konsesi HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 tertanggal 29 November 2016.
Dengan keluarnya keputusan sidang ini, majelis hakim memerintahkan kepada para tergugat untuk tidak melakukan aktivitas apa pun di atas lahan yang termuat dalam putusan. (***)