Layanan pandu di pelabuhan Tanjung Priok yang kurang profesional yang berakibat terhadap terjadinya kecelakaan kapal di tahun 2018, menjadi sorotan serius pada Focus Group Discussion (FGD) antara praktisi pelayaran dan kantor Syahbandar Tanjung Priok, di Bogor, Jumat (12/10).
Dalam diskusi mengenai keselamatan pelayaran itu, banyak yang menyoal bagaimana pandu terkesan ‘sok’ berkuasa, memerintah sana memerintah sini. “Padahal di kapal, yang berkuasa tetaplah Nakhoda, pandu itu ya penunjuk jalan,” kata Dedtri Anwar, Kepala Bidang Keselamatan Berlayar, Kantor Syahbandar Tanjung Priok saat diskusi tersebut.
Capt Supriyanto juga menimpali, jika terkadang prilaku Pandu cukup membuat pelayaran kesal. Misalnya, pandu naik atau turun tidak di pilot boarding point.
Makanya, jika ada pandu yang tidak tertib, Dedtri memminta pelayaran untuk melaporkannya ke Syahbandar, karena sebenarnya pembinaan pandu itu berada dibawah kewenangan Kantor Syahbandar. “Kami bisa saja mencabut pelimpahan, karena Pelindo yang sekarang diserahi mengelola operasional pandu, disebabkan Syahbandar tidak memiliki kemampuan finansial untuk itu,” ungkapnya.
Jadi, pihak Syahbandar terus menerus akan melakukan evaluasi pemanduan dan penundaan per enam bulan.
Semua peserta FGD juga prihatin, karena sebenarnya seorang pandu, mestinya sudah sangat hafal betul alur pelayaran di pelabuhan Tanjung Priok. Seharusnya kecelakaan kapal-kapal selama tahun 2018 di Priok tersebut tidak harus terjadi jika pandunya profesional.
Seperti diketahui, bahwa selama 2018 ada 3 kecelakaan kapal di Priok, yakni KM Akashia assist TB Aurora Harbour dan TB Medelin Best. Petugas pandu bandar tidak memastikan aspek kelaiklautan sarana bantu pemanduan dalam hal ini TB Aurora Harbour dalam melakukan kegiatan pemanduan kapal terhadap KM. Akhasia.
Kemudian kecelakaan atas KM Felya asisst TB Jayakarta IV dan TB BIma III, kapal mengalami kandas, petugas pandu turun dari KM Felya saat kapal tersebut masih di dalam kolam pintu bandar + 500 meter dari pintu masuk break water yang merupakan lokasi masih area wajib pandu.
Lalu KM Tanto Mitra asisst TB Bima XI dan TB Bima III, kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan dermaga Airud Pondok Dayung pelabuhan Priok. TB Bima III tidak laik laut dalam aspek pengawakan, petugas pandu bandar tidak memastikan aspek kelaiklautan sarana bantu pemanduan dalam hal ini TB Bima XI dan TB Bima III dalam melakukan kegiatan pemanduan kapal terhadap KM Tanto Mitra.
Para pandu yang naas itu pun sudah di BAP, dan untuk sementara para pandu tersebut dilarang melakukan kegiatan pemanduan.
Stevanus, Kasie Tertib Berlayar kantor syahbandar priok menambahkan, bahwa tanggal 17 Oktober 2018, akan dilakukan survey oleh pihak Syahbandar ke tempat dimana kapal kandas itu. “Kami pingin tahu, apakah kapal kandas itu karena ada pendangkalan, atau apa ada faktor lain. Sebab jika dilakukan pengerukan biayanya sangat mahal,” katanya.
Selain menyoal mengenai pandu, juga disingung pula soal Moring. Moring dalam praktik di lapangan sering terjadi keterlambatan, karena sistem operasionalnya tidak jadi satu dengan tunda. Misalnya, terhadap kejiab yang dialami salah satu kapal milik Meratus, kapal sudah sandar, namun Moring tidak ada, padahal kapal tunda juga sudah datang.
Tapi, kedepan kemungkinan pandu dipastikan tidak akan bisa main-main lagi, karena Pelindo II sudah membuat sistem online yang dinamai marine Operating System (MOS). Dari sistem itu semuanya bisa dipantau, jadi kapal nantinya akan dipandu siapa, pandunya dimana, dapat dilihat melalui sistem itu. Tak beda dengan konsep Grab untuk pesanan motor di jalan raya.
GM Pelindo II Tanjung Priok Mulyadi yang dikonfirmasi sehubugan dengan pemanduan di Priok, hingga berita ini ditulis belum ada jawaban. (***)