Keterlambatan sandar kapal bermuatan batubara di PLTU Suralaya yang hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan sudah disampaikan oleh pihak KSOP Banten kepada Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo untuk dicarikan solusinya.
Oleh sebab itu, kalangan usaha pelayaran berharap Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo secepatnya turun tangan menyelesaikan masalah tersebut, agar kerugian banyak pihak dapat diminimalisasi.
Ketika Ocean Week mencoba mengkonfirmasi masalah tersebut ke pihak KSOP Banten, Selasa (19/12), diperoleh jawaban bahwa pihak KSOP menyatakan sudah menyampaikan langsung permasalahan yang dialami pelayaran di PLTU Suralaya kepada Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo.
“KSOP Banten sudah menyampaikanlangsung ke Pak Dirjen Laut (Agus Purnomo, Dirjen Hula) untuk permasalahan tersebut. Saya tidak dalam posisi untuk menyampaikan,” ujarnya meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Sumber tersebut, sebelumnya minta kepada Ocean Week untuk menunggu konfirmasi dan jawaban dari Indonesia Power terlebih dulu. Sayang, hingga berita ini ditulis, belum ada info dari pihak Indonesia Power.
Sumber lain di pelayaran yang juga keberatan disebut jatidirinya mengatakan, bahwa kapal bermuatan batubara di PLTU Suralaya ada yang menunggu sandar untuk bongkar muatan, bukan lagi bermingu-minggu, namun hingga bulan-bulanan. “Itu karena ada unsur sesuka hati, like and dislike, tebang pilih. Beda dengan di Tanjung Jati B sangat bagus sekali inventory management-nya. Stock pile senantiasa tersedia lebih dari 30 hari, jadi aman sekali,” ungkapnya.
Menurut Sumber tadi, di PLTU Suralaya sudah pasti ada apa-apanya. “Sudah menjadi budaya dan tradisi inventory menagement sangat jelek. Apalagi cash flow management-nya sangat parah, bayar batubara dan vendor-vendornya selalu lambat. Padahal dari ‘IP’ 100%, dan anak perusahaan PLN pusat ini selalu was-was kehabisan bahan bakar batubara,” ungkapnya.
Namun, ucap Sumber tersebut, jika batubara kehabisan, pihak di Suralaya dengan tenang menjawab masih bisa bakar pakai minyak BBM. “Berapa harga fuel oil, pernah dihitung. Makanya keuangan PLN selalu cekak dan macet, vendor-vedornya tidak kebayar berbulan-bulan, bahkan sampai tahunan,” katanya.
Beda sekali dengan di Tanjung Jati 1,2,3, dan 4/ “Kalau di Tanjung Jati adalah BLOT (built leasing operation and transfer) dengan pihak Jepang Sumitomo, jadi escrow account selalu tersedia. Pembayaran dan cash flow sangat bagus dan tidak ada masalah,” ujarnya lagi.
Sumber lain mengungkapkan, lamanya menunggu bongkar batubara di Suralaya karena banyak faktor. Kemungkinan batubara tak sesuai dengan spesifikasi permintaan, alat rusak, biaya angkut belum dibayar, dan sebagainya. (***)