Keberadaan pelabuhan Marunda dipinggiran Jakarta Utara dinilai ekonom Faisal Basri dapat menciptakan daya saing, sehingga menguntungkan pebisnis logistik. Bahkan, keberadaan Pelabuhan Marunda dapat membantu mengurai kepadatan Pelabuhan Priok.
“Secara bisnis, kehadiran Pelabuhan Marunda juga bisa menciptakan daya saing sehingga menguntungkan bagi pengusaha logistik. Kapasitas pelabuhan itu jadi meningkat, karena pelabuhan curah. Yang bukan lagi menjadi bisnis inti dari bisnisnya Pelindo II. Konsumen juga senang ada pilihan jadi bersaing di harga dan pelayanan,” kata Faisal Basri kepada wartawan, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui bahwa di pelabuhan Marunda ada terminal yang dikelola KCN, lalu MCT, dan Kaliblencong oleh KSOP, serta dermaga Alfa.

Faisal mengungkapkan, adanya Pelabuhan Marunda dapat melengkapi peran Pelabuhan Priok yang tidak bisa full mengakomodir barang curah secara optimal. Selain itu, kepadatan Priok juga bisa terurai sehingga bisa memberikan efisiensi bagi para pengusaha logistik.
Jika dikembangkan lebih besar lagi, Faisal yakin, keberadaan pelabuhan Marunda dapat menjadi pendukung pelabuhan utama Tanjung Priok.
Ekonom Universitas Indonesia ini menyayangkan kalau saat ini pengembangan Pelabuhan Marunda di KCN menjadi terhambat karena persoalan hukum (sengketa hukum antara KBN-KCN-red). Faisal berharap, pemerintah segera turun tangan dalam menyikapi kelanjutan pembangunan dermaga di Pelabuhan Marunda ini (KCN).
“Peran Pelabuhan Marunda sangat membantu kebutuhan yang tidak bisa diakomodir oleh Pelabuhan Priok. Mungkin kelihatannya kecil tetapi multiplier effect untuk investasi bisa besar,” jelasnya.

Salah satu pelaku usaha di pelabuhan Marunda Banu Amza juga membenarkan jika keberadaan pelabuhan ini dapat membantu mengurai kepadatan di pelabuhan Tanjung Priok, terutama untuk kegiatan barang-barang non petikemas.
“Di pelabuhan Priok memang masih ada kegiatan non petikemas, namun dermaganya sangat terbatas karena hampir didominasi oleh kegiatan petikemas. Sehingga pelabuhan Marunda sangat membantu pebisnis yang non petikemas,” kata Banu, pengurus DPC INSA Jaya untuk pelabuhan Marunda.
Seperti diketahui bahwa sekarang ini, PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebagai BUP (badan usaha pelabuhan) mengoperasikan salah satu terminal di Pelabuhan Marunda untuk kegiatan barang curah, seperti batubara.
Selain itu ada MCT, juga BUP yang mengoperasikan pelabuhan disana untuk kegiatan curah (CPO), batubara, kendaraan. Lalu ada Alfa untuk kegiatan offshore, serta Kaliblencong untuk bongkar pasir.
KCN sendiri merupakan anak perusahaan yang dibentuk antara PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) pada tahun 2005 lalu. KCN dibentuk setelah KTU memenangkan tender kerja sama sebagai mitra bisnis di tahun 2004, pembangunan pelabuhan di garis pantai dari Muara Cakung Drain sampai dengan Sungai Blencong, dengan pembagian saham 15% KBN (goodwill) yang tidak terdelusi dan 85% dimiliki KTU.
Total pier 1 seharusnya adalah sepanjang 1.950 meter. Tetapi saat ini baru 800 yang dioperasikan, sehingga KCN melakukan pengembangan fasilitas yang dioperasikannya. Namun, justru sekarang antara KCN dan KBN berseteru hingga ke ranah hukum.
“Jika ini tak bisa segera diselesaikan, bukan tidak mungkin hal ini bisa jadi preseden buruk bagi iklim investasi swasta di Indonesia,” ungkap Faisal Basri. (dtc/ow/***)