Ketua DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) mengusulkan agar Peraturan Pemerintah (PP) no. 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan dapat direvisi, sehingga tidak membuat bingung para pelaku usaha di lapangan.
“Harus diperjelas bahwa Perusahaan Bongkar Muat (PBM) di luar Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dapat bekerja di dermaga konvensional. Sementara yang BUP di terminal container saja,” kata H. Sodik Hardjono, di Jakarta, kemarin menanggapi kekisruhan di pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang berakibat dilaporkannya GM Pelindo Tanjung Emas Tri Suhardi ke polisi, dan kemudian dijadikan tersangka.
Sodik juga membenarkan jika Pelindo 3 Tanjung Emas ingin tetap melakukan kegiatan bongkar muat harus memiliki ijin khusus untuk bongkar muat. Sebab, kalau ijin ikut Pelindo III, tidak bisa, karena sesuai Peraturan Menteri (PM) no. 60 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal, pada bab V tentang Kantor Cabang, Pelindo 3 Semarang harus mempunyai jin tersendiri. “Kalau Pelindo 3 mempunyai ijin PBM hanya dapat di berlakukan di wilayah propinsi Jawa Timur. Jadi karena Semarang wilayahnya Jawa Tengah, maka Tanjung Emas harus punya ijin sendiri,” jelas Sodik.
Bahkan untuk masalah PBM ini, ujar Sodik, DPP APBMI juga telah berkirim surat ke Ketua Komisi V DPR RI.
Seperti diketahui bahwa kasus di Tanjung Emas ini pernah mencuat beberapa bulan silam, kegiatan di salah satu dermaga pelabuhan pernah distop kegiatannya oleh KSOP dan Syahbandar. APBMI Jawa Tengah merasa dirugikan dalam hal ini, akhirnya mereka melaporkan aksi manajemen Tanjung Emas ke polisi. (ow)