Pelindo II Cabang Sunda Kelapa menyatakan bahwa saat ini sedang dilakukan penataan di dalam pelabuhan, terutama pengurasan saluran air. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan rembesan air laut.
“Terkait situasi Sunda Kelapa saat ini memang sedang dilakukan penataan, sedang dilakukan pengurasan saluran air untuk antisipasi banjir dan rembesan air laut,” kata Fikri, Humas Pelindo II Sunda Kelapa kepada Ocean Week melalui WhatsApp-nya, Kamis malam (3/1) menjawab pertanyaan kekumuhan pelabuhan Sunda Kelapa yang terjadi belakangan ini yang diakibatkan kegiatan penumpukan pasir di dalam pelabuhan tersebut.
Fikri juga mengiyakan jika dulu kegiatan pasir akan dipindahkan ke Muara Baru pos 6, namun batal, karena adanya perubahan konsep pengembangan pelabuhan Sunda Kelapa. Sayangnya Fikri tak menyebutkan pengembangan apa yang akan dilakukan Pelindo II tersebut.
Seperti diberitakan Ocean Week, bahwa KSOP Sunda Kelapa dan Pelindo II Sunda Kelapa sepakat tidak akan memperpanjang kontrak penggunaan lahan penimbunan pasir, setelah Desember 2015. Kenyataannya aktivitas pasir di pelabuhan ini masih berlangsung hingga sekarang.
“Memang dulu rencananya untuk kegiatan pasir akan dipindahkan ke Muara Baru Pos 6, tapi nggak jadi,” ungkap Fikri.
Reporter Ocean Week yang pada Kamis (3/1) mendatangi Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta Utara memperoleh kesan kalau pelabuhan ini tak terurus dan tampak kumuh. Padahal, pelabuhan tertua di Jakarta ini digadang-gadang untuk dijadikan sebagai pelabuhan heritage, karena keunikannya dengan adanya kapal pelayaran rakyat (Pelra).
Hari itu, di dermaga Pelra juga terlihat beberapa turis asing sedang menyinggahi pelabuhan ini hanya sekedar ingin melihat kapal-kapal tradisional kayu yang bongkar muatannya dilakukan oleh tenaga manusia dengan cara dipanggul. Itu yang kemungkinan menjadi daya tarik bagi wisatawan asing.
Sayang, disitu pun situasi dan kondisinya juga tidak secantik yang digambarkan, karena kesemrawutan masih saja menghantui disana. Apalagi areal dermaga Pelra sangat dibatasi. Dan kelihatannya, BUMN pengelola pelabuhan ini lebih memilih Sunda Kelapa dijadikan sebagai pelabuhan bisnis, bukan pelabuhan wisata heritage.
Sunda Kelapa memang tak seindah dulu. Gunungan pasir, dan kontainer semakin memperkuat kesimpulan kalau Sunda Kelapa benar-benar sebagai pelabuhan yang berorientasi profit, bukan lagi sebagai wisata budaya.
Sayangnya, pasir-pasir di dalam pelabuhan ini cukup membuat kondisi Sunda Kelapa menjadi kumuh. Debu dari aktivitas pasir menyebar kemana-mana. Akibatnya jalanan di dalam pelabuhan menjadi kotor, saluran air pun kemudian banyak yang tak lancar karena tertutupi oleh longsoran pasir.
Tentunya jalanan juga menjadi ‘becek’ saat turun hujan. Bisa jadi, kolam di dermaga akan dengan mudah terjadi pedangkalan karena tumpahan bongkaran pasir dari kapal, kalau cara bongkarnya tak ditutup dengan terpal.
Menganai kebersihan di pelabuhan, mestinya menjadi tanggung jawab Pelindo, karena dari kegiatan bongkar muat barang, sudah disisipkan biaya untuk kebersihan.
Kepala KSOP Sunda Kelapa Ridwan Chaniago yang dikonfirmasi mengenai hal itu, menyatakan akan melakukan penataan, dimulai dari membersihkan saluran air. “Kami akan meningkatkan kebersihan, ketertiban, keamanan,” katanya.
Ridwan juga mengungkapkan akan menertibkan terhadap kapal-kapal yang beraktivitas di Sunda Kelapa. Hal itu dia lakukan semata untuk keselamatan pelayaran, dan keamanan. “Kami akan ajak semua pihak untuk menata Sunda Kelapa, pertama membersihkan saluran air,” ujarnya kepada Ocean Week di Kantornya. (***)