Para importir mempertanyakan lambannya revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Sampai sekarang pelaku importasi masih menunggu kepastian jadi atau tidaknya revisi beleid itu agar kalangan dunia usaha bisa lebih merencanakan kegiatan importasinya.
Wakil Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan, mengungkapkan bahwa para importir sudah menunggu cukup lama mengenai kepastian revisi Permendag No 8/2024 itu.
“Berapa lama kami harus menunggu, karena saat menunggu revisi itu ada ketidakjelasan untuk impor. Soalnya, terkadang ada barang baru datang dan kita-kita ini (importir) ngintip ke sebelah, kok dia bisa ya datangin barang tersebut?,” ujarnya disela acara forum group diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), di Menara KADIN Indonesia, Jakarta Jumat (26/4/2025).
Taufan mengatakan, kegiatan importasi barang jangan sampai justru ‘abu-abu’ lantaran tidak adanya kepastian soal revisi beleid itu.
“Kalau pengusaha itu kan seperti air mengalir, kalau ada celah dikit dia akan masuk. Tetapi jujur saya bilang pengusaha Indonesia sudah terbiasa dengan yang namanya ketidakpastian. Dan justru itu yang bikin kita lebih kuat. Nah disisi lain, walaupun sudah ada edukasi dari instansi terkait dalam hal ini Bea Cukai misalnya, tetap saja itu edukasi itukan hanya titipan menjalankan berbagai aturan dari instansi lainnya yang ada,” katanya.
Seperti diketahui bahwa Permendag Nomor 8 Tahun 2024 merupakan peraturan yang mengatur perubahan ketiga dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan tersebut bertujuan untuk menyederhanakan proses impor, mengurangi penumpukan kontainer di pelabuhan, dan memberikan kemudahan atau relaksasi bagi importir.
“Kami berharap Revisi Permendag ini dapat membuat peredaran produk impor khususnya yang illegal bisa lebih ditekan,” ungkap Taufan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag, Fajarini Puntodewi mengatakan bahwa Kemendag selama ini sudah mengerem laju importasi dengan cara Bea Masuk Tindakan Pengamanan serta Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) bagi produk yang dianggap mengancam.
Pasalnya, relaksasi impor yang bertujuan untuk mempermudah bisnis, tetapi juga memicu kekhawatiran tentang perlindungan industri dalam negeri. Adanya pembahasan revisi beleid itu menunjukkan bahwa pemerintah mengakui adanya masalah yang perlu diatasi.
“Namun masih perlu cara yang tepat sesuai regulasi Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO,” ujar Fajarini. (***)