Penerapan kewajiban kapal memasang alat Automatic Identification System (AIS) untuk setiap kapal berbendera Indonesia pada Kamis (20/2) full diberlakukan. Jika tidak mengikuti aturan pemerintah tersebut, maka sanksi bakal dikenakan kepada perusahaan pelayaran, termasuk nakhoda kapal yang tak menghidupkan AIS saat memasuki pelabuhan.
KPLP diamanati sebagai pengawas untuk kebijakan ini.
“Ada SOP-nya. Sesuai dengan Perdirjen Hubla no. KP. 176/DJPL/2020 tentang standar operasional prosedur pengenaan sanksi atas pelanggaran kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS bagi kapal berbendera Indonesia,” kata Ahmad, direktur KPLP Perhubungan Laut, kepada Ocean Week, Rabu pagi (19/2) di Jakarta.
Menjawab keraguan mengenai SDM KPLP, Ahmad menyatakan, untuk SDM sesuai yang ada di setiap UPT siap mengawal implementasi AIS mulai 20 Februari 2020.
“InsyaAllah siap, mohon doanya sesuai SOP diatas kita tingkatkan koordinasi dan kerjasama,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa mulai besuk Kamis 20 Februari 2020, AIS wajib penerapannya. “Sanksi pun berlaku, dan pelaksana pengawas adalah KPLP, mudah-mudahan institusi ini mampu mengemban amanah tersebut,” ungkapnya yakin.
Selama ini, tegas Ahmad, KPLP tidak pernah keluar koridor. “Kapal punya SPB maka tidak ada alasan untuk di stop, beda sama yang lain. Dan saya yakin dengan KPLP selalu support 100%,” katanya.
Seperti diketahui, untuk penegakan hukum pelaksanaan kewajiban tersebut dilakukan oleh Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor KP. 176/DJPL/2020 tentang Standar Operasional Prosedur Pengenaan Sanksi Atas Pelanggaran Kewajiban Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal Berbendera Indonesia.
Jika diketahui terdapat kapal yang tidak mengaktifkan AIS di luar perairan pelabuhan, maka KPLP bersama Syahbandar dapat mendekati kapal dan memberikan peringatan pada kapal tersebut.
Selain itu, petugas kapal patroli KPLP juga akan melakukan pengawasan penggunaan AIS bersama petugas Stasiun Vessel Traffic System (VTS) / Stasiun Radio Pantai (SROP) melalui pengamatan tracking kapal dan komunikasi via radio.
“Jika ditemukan adanya kapal yang tidak mengaktifkan AIS atau penyampaian informasi tidak benar maka petugas pengawas akan melakukan komunikasi via radio kapal, mencatat kejadian tersebut pada log book dan melaporkan hasil monitoring kepada Syahbandar,” jelas Ahmad.
Berdasarkan hasil monitoring tersebut, lanjut Ahmad, Syahbandar akan menugaskan Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal (PPKK) untuk memeriksa log book kronologis tidak aktifnya AIS terhadap kapal yang menuju pelabuhan. Dari hasil pemeriksaan log book kronologis maka akan diketahui penyebab AIS tidak aktif, bisa karena alasan keamanan atau karena adanya kerusakan.
“Selain pemeriksaan terhadap log book kronologis tidak aktifnya AIS, PPKK juga melakukan pemeriksaan terhadap nakhoda yang dengan sengaja tidak mengaktifkan AIS atau kapal yang tidak memiliki AIS. Selanjutnya PPKK akan melaporkan hasil temuan kepada Syahbandar,” ucap Ahmad.
Selanjutnya, Syahbandar akan menyampaikan hasil temuan kepada Direktur Perkapalan dan Kepelautan mengenai rekomendasi pengenaan sanksi administratif untuk nakhoda berupa pencabutan sementara sertifikat pengukuhan (Certificate of Endorsement (COE)) untuk jangka waktu 3 bulan.
Terkait dengan pemberlakuan AIS, Kementerian Perhubungan telah melakukan sosialisasi sejak jauh-jauh hari kepada pihak-pihak terkait dan masyarakat luas, baik melalui kegiatan sosialisasi di berbagai di daerah maupun melalui media massa dan media sosial.
Lebih lanjut pihaknya mengajak seluruh perusahaan pelayaran serta instansi dan stakeholder terkait untuk ikut berpartisipasi mengoptimalkan dan mematuhi kewajiban pemasangan AIS sesuai ketentuan.
“Kewajiban pemasangan AIS untuk setiap kapal yang berlayar memang harus diberlakukan. Selain untuk mempermudah pendeteksian kapal, pemasangan AIS di kapal yang sedang berlayar juga untuk meningkatkan jaminan keselamatan pelayaran,” tegas Ahmad. (**)