Menjelang 4 (empat) tahun penyelenggaraan Tol Laut, Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus memaksimalkan dan mendorong produktivitas muatan tol laut agar tujuan penyelenggaraan tol laut yaitu terciptanya konektivitas wilayah di Indonesia sehingga dapat menurunkan disparitas harga antara Indonesia wilayah Barat dan Indonesia wilayah Timur.
Penyelenggaraan program Tol Laut sebagai salah satu program unggulan Pemerintahan Joko Widodo, terus dievaluasi guna mendapatkan masukan dan perbaikan agar tujuan penyelenggaraan tol laut tersebut tepat sasaran.
Adapun, evaluasi tol laut terus dilakukan baik dari sisi ketepatan jadwal, keandalan sarana prasarana pendukung di pelabuhan, konektivitas, biaya-biaya, efektivitas dan efisiensi penggunaan ruang muat untuk muatan berangkat dan muatan balik, serta tentunya dampak pelaksanaan program tol laut terhadap disparitas harga barang kebutuhan pokok dan barang penting.
“Yang jelas, Pemerintah terus mengevaluasi dan melakukan sejumlah perbaikan untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan Program Tol Laut, yakni menjangkau dan mendistribusikan logistik ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan (T3P), serta menjamin ketersediaan barang dan mengurangi disparitas harga guna meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko hari jumat ini di Jakarta (24/8).
Saat ini, menurut Capt. Wisnu, yang sering dikeluhkan dan menjadi sorotan adalah rendahnya tingkat keterisian kapal yang kembali dari Kawasan Timur Indonesia (KTI), padahal pemanfaatan jasa tol laut untuk mendistribusikan hasil produksi masyarakat di KTI ke sentra pemasaran di Pulau Jawa bisa dibilang lebih menguntungkan karena harga angkut yang relatif lebih murah dan juga dapat mendongkrak produktivitas dan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas.
“Oleh karena itu, guna menciptakan keseimbangan perdagangan, kami terus memotivasi dan mendorong para kepala daerah dan pelaku pasar, terutama di Kawasan Indonesia Timur, supaya mengirimkan hasil industri dan potensi unggulan daerah mereka melalui Program Tol Laut,” ujar Capt. Wisnu.
Langkah-langkah yang diambil dalam upaya tersebut, lanjut Wisnu, meliputi upaya pengadaan reefer container sebanyak 40 (empat puluh) unit untuk muatan balik mengangkut ikan dan menyiapkan mekanisme pemberian potongan (diskon) biaya angkut (freight) untuk muatan balik terhadap 5 (lima) unit dry container dan 5 (lima) unit reefer container pertama yang dibooking.
“Dan ini dipastikan tidak ada penambahan pagu subsidi. Selama ini dengan anggaran 447 M, kami melakukan efisiensi dan mengurangi pengeluaran yg tidak perlu. Dan terbukti program tol laut angkutan barang bisa mengoperasikan 19 kapal dari target 15 kapal tahun 2018 ini. Bahkan kita masih akan menambah 3 kapal feeder lagi sebelum akhir tahun sehingga total 22 kapal,” ujar Capt. Wisnu.
Adapun angka subsidi tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan program subsidi transportasi yang lainnya.
“Selain itu, kami juga sedang mengkaji kemungkinan untuk pembebasan freight, terutama pada kondisi muatan tidak penuh dari Pelabuhan Tanjung Perak ke daerah T3P untuk dry dan reefer container kosong melalui subsidi operasi kapal dengan operator PT. Pelni, sehingga dalam hal ini tidak ada tambahan subsidi lagi karena kapal sudah dicharter PP,” lanjut Capt. Wisnu.
Terkait usulan beberapa pihak bahwa Pemerintah diminta memberikan subsidi juga ke semua kegiatan container handling dan reposisi di pelabuhan, usulan tersebut untuk saat ini belum tepat.
Capt. Wisnu mengungkapkan, hal tersebut belum tepat karena pada tahap sekarang ini, Pemerintah lebih fokus dulu pada pemerataan akses kapal-kapal agar bisa masuk ke daerah T3P supaya masyarakat disana bisa merasakan hasil dari konektivitas kapal laut.
“Dan sekarang ini sudah jauh lebih baik dari kondisi sebelumnya, dimana saat ini tol laut bisa memasuki 58 pelabuhan. Dalam waktu dekat ini tol laut juga segera membuka jalur baru di koridor Sulawesi terutama di bagian Barat yang selama ini belum dilalui kapal barang liner,” ujar Capt. Wisnu.
Sementara itu, biaya di pelabuhan yang tinggi dan logistic cost yang mahal akan terus diperbaiki dengan perbaikan dan peningkatan fasilitas bongkar muat pelabuhan di wilayah KTI dan konsolidasi tarif Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) secara tripartit, meningkatkan akses jalan menuju pelabuhan dengan kapasitas beban trucking container, konektivitas dengan moda udara, penyeberangan, perintis dan pelra.
“Dengan keterbatasan anggaran, tentunya tidak semua masalah diselesaikan Pemerintah dengan subsidi. Membangun kemandirian swasta dan mengoptimalkan niaga produk daerah jauh lebih bermanfaat daripada mengandalkan subsidi. Pengadaan dan sewa kontainer reefer, lebih semata-mata menjadi kail karena memang jumlah reefer kontainer yang ada saat ini masih terbatas begitu juga fasilitas listrik pada pelabuhan-pelabuhan di KTI,” kata Capt. Wisnu.
Menurut dia, term subsidi yang digunakan oleh Ditjen Perhubungan Laut adalah berth to berth (dari dermaga ke dermaga) oleh sebab itu Pemerintah juga memberikan subsidi terhadap biaya stevedoring yang artinya secara tidak langsung, Pemerintah juga memberikan subsidi terhadap stevedoring.
Dengan adanya kapal tol laut, diharapkan bisa terjadi Balance Trade antara kawasan Barat dan Timur yang tentunya juga dapat mendukung sektor Kelautan dan Perikanan.
Wisnu menambahkan, bahwa Ditjen Perhubungan Laut juga terus melakukan sosialisasi dan pembinaan Program Tol Laut secara berkesinambungan kepada Pemerintah Daerah, BUMN, Asosiasi Pelayaran, Operator Penyelenggara Tol Laut, serta stakeholder terkait. Kegiatan ini dilakukan secara sinergi bersama sama dengan kementerian dan Lembaga terkait seperti Kemenko Maritim, Kementerian Perdagangan, Bappenas, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
“Tahun ini kita sudah laksanakan kegiatan sosialisasi ke beberapa daerah, yaitu Dobo, Manado, Surabaya, Merauke, dan Nias. Dengan penyelenggaraan sosialisasi ini, diharapkan semua pihak yang terkait dapat lebih mengerti dan memahami manfaat Program Tol Laut dan serta memanfaatkan penggunaan IT berupa penyediaan Sistem Informasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK) yang memberikan informasi ketersediaan ruang muatan untuk kapal Tol Laut tertentu dan pada jadwal tertentu, dengan harapan jangkauan tol laut ke depannya semakin luas dengan pelayanan yang semakin baik, dan tentunya akan memberikan dampak besar bagi kesejahteraan masyarakat di seluruh penjuru tanah air,” ujar Capt. Wisnu. (***)