INSA bersyukur bahwa apa yang diharapkannya supaya kegiatan batubara di pelabuhan Cirebon dibuka kembali, pengerukan alur masuk ke pelabuhan Bengkulu dikeruk, serta dilibatkannya pelayaran swasta dalam pengelolaan pelabuhan-pelabuhan UPT, akhirnya dikabulkan pemerintah (Kementerian Perhubungan-red).
“Kami berulangkali memberi masukan kepada Menteri Perhubungan dan institusi terkait untuk hal-hal itu. Alhamdulillah harapan INSA dikabulkan. Bongkar muat di pelabuhan Cirebon sudah dibuka lagi, lalu pengerukan untuk alur pelabuhan Bengkulu juga segera dilakukan, dan Menteri Perhubungan pun akan melibatkan swasta yang siap mengelola pelabuhan UPT,” kata Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP INSA di Jakarta.
Seperti diketahui bahwa setelah sempat terhenti selama 5-6 bulan, bongkar muat batubara melalui pelabuhan Cirebon akhirnya dibuka kembali pada Selasa (27/9) lalu, karena industry disekitar Cirebon sangat membutuhkan komoditi ini.
Ketua DPC INSA Cirebon Agus Purwanto juga menyambut baik dibukanya kembali kegiatan bongkar muat batubara lewat pelabuhan Cirebon. “Bongkar batubara di Cirebon sudah sangat bagus, polusi yang ditimbulkan juga sudah kecil sekali, karena semua fasilitas untuk itu telah diberi antisipasi agar bongkaran batubara tidak menimbulkan polusi,” kata Agus.
Selain itu, ungkapnya, selama lima bulan batubara dibongkar di pelabuhan Tegal, ternyata tidak dapat dilakukan secara permanen, mengingat fasilitasnya terbatas.
General Manager PT Pelindo II Cirebon, Solikhin mengaku senang dengan dibolehkannya kegiatan batubara melalui pelabuhan Muara Jati ini. “Kami berterima kasih kepada pemerintah pusat maupun pemerintah kota, INSA, dan stakeholders lainnya yang setalah berkoordinasi, akhirnya diputuskan bongkar muat batubara bisa lewat pelabuhan Cirebon lagi,” ungkap mantan General Manager Pelindo Pontianak itu.
Solikhin juga menambahkan pihaknya sudah mengantisipasi system bongkar muat batubara dengan menutupi eskavator menggunakan sprai, dan tongkang juga diberi sprai. Batubara yang diangkut truk juga ditutup dengan sprai, sehingga tidak menimbulkan polusi.
Bengkulu Dikeruk
Sementara itu, untuk pengerukan alur pelayaran di pelabuhan Bengkulu, Dirjen Perhubungan Laut A. Tonny Budiono telah mengirim surat kepada Dirut Pelindo II Elvyn G. Masyassa untuk mengambil-alih pekerjaan pengerukan.
“Harusnya memang kewajiban pemerintah, tetapi karena anggaran terbatas kita serahkan kepada Pelindo II,” ujarnya.
Agustus 2016, alur pelayaran di Pelabuhan Pulau Baai mengalami pendangkalan hingga 5,1 meter sehingga akibatnya kapal berukuran dengan draft 5,8 meter atau kapal pengangkut BBM berkapasitas 5.000 ton sulit sandar di pelabuhan tersebut.
Direktur Utama Pelindo II Elvyn G. Massasya mengaku pihaknya sudah menerima surat dari Kementerian Perhubungan, dan pelindo II bersedia melakukan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu. “Kita akan dredging dulu. Nanti, biayanya diperhitungkan dengan Kementerian Perhubungan,” ungkapnya.
Menurutnya, keputusan Pelindo II untuk melakukan tugas ini dilandasi oleh kepentingan yang lebih luas bagi masyarakat Bengkulu dan sekitarnya. Pelimpahan tugas ini juga telah didiskusikan bersama dengan Pelindo II dan Kementerian Perhubungan.
Di tempat lain, Ketua Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) Aulia Febrial Fatwa menyambut baik niat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk fokus menjadi regulator dengan melepaskan peran sebagai operator di pelabuhan Unit Pelaksana Teknis (UPT).
“Kami mendukung hal itu, tapi perlu diingat bahwa sangat penting membuka kesempatan yang sama bagi BUMN dan swasta agar menghindari monopoli di bidang pengelolaan pelabuhan yang ujungnya berdampak pada kualitas layanan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, badan usaha pelabuhan bukan hanya BUMN, namun juga terbuka untuk swasta, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 95 junto PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pasal 71.
“Jika diserahkan hanya kepada BUMN, dikhawatirkan terjadi monopoli yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” ungkap Aulia (***).