Pelaku usaha pelayaran mempertanyakan kenapa pemerintah Indonesia sangat alergi dengan Singapura, dan berusaha mengemas transhipment kargo lewat pelabuhan di Indonesia. “Apakah kita (pelabuhan Indonesia) sudah siap dengan itu, karena barang ke Indonesia itu mayoritas destination untuk kebutuhan negeri ini. Beda dengan Singapura, petikemas-petikemas itu hanya pindah kapal, bukan untuk kepentingan negara Singapura,” kata Asmari Heri, pengamat kemaritiman yang juga direktur pelayaran samudera indonesia, kepda Ocean Week, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Asmari, pemerintah boleh saja punya obsesi untuk pelabuhan Indonesia sebagai transhipment, tapi transhipment domestik atau transhipment internasional. “Kalau trashipment domestik mungkin bisa, tapi kalau internasional, masih jauhlah,” ujar Asmari mengkritisi keinginan pemerintah tersebut.
Asmari juga menyatakan, sebenarnya pemilik barang tidak begitu mempersoalkan pengapalan barangnya lewat pelabuhan mana, tetapi yang paling penting adalah tarif kompetitif, tepat waktu, dan cepat, serta aman. “Pengapalan mau lewat pelabuhan mana saja tak jadi masalah, yang penting tarif kompetitif, murah, aman, dan tepat waktu. Apakah itu bisa dilakukan oleh Indonesia,” ungkapnya.
Hal yang sama juga dikemukakan Lukman Ladjoni, praktisi pelayaran dari Jawa Timur. “Banyak hal yang mesti dibenahi oleh pemerintah. Seharusnya tak perlu muluk-muluk dulu, betulis dulu tata kelola pelabuhan, bagaimana tarifnya, sistemnya, jangan selalu membandingkan dengan Singapura. Mereka itu sudah sangat maju, kita baru berpikir satu, mereka sudah lebih maju 1.000 kali,” katanya.

Mereka, kata Ladjoni, tak gembar-gembor seperti kita (pemerintah Indonesia) yang terkesan selalu ‘pamer’. “Bangun pelabuhan belum jadi, sudah ngomong sana ngomong sini. Singapura tak perlu gembar-gembor, tau-tau sudah operasional,” kritiknya.
Asmari juga membenarkan terhadap apa yang dikatakan Ladjoni. “Singapura membangun pelabuhan di Tuas yang sangat besar, tidak pernah teriak-teriak, tau-tau jadi. Kita bangun Patimban, Kuala Tanjung, dan yang lain belum apa-apa sudah statement, padahal sering meleset,” katanya lagi.
Keduanya berharap, sebaiknya pemerintah tak perlu alergi dengan Singapura. “Sebaiknya meniru apa yang pernah dilakukan Perdana Menteri Malaysia Mahathir dengan Tanjung Pelepasnya. Sekitar 10 tahun, terminal itu sudah melayani 10 juta TEUs. Kita (pelabuhan Indonesia) Priok misalnya atau Tanjung Perak yang sudah lebih dulu dari Tanjung Pelepas, berapa throughput-nya,” katanya kompak.
Lagi pula, Singapura pasti tak akan tinggal diam dengan apa yang akan dilakukan oleh Indonesia. Mereka sekarang sudah menangani sekitar 35 juta TEUs per tahun, pasti berusaha menambah volumenya, makanya membangun lagi di Tuas, karena di PSA dianggapnya sudah tak menampung lagi.
Seperti diketahui bahwa, belum lama ini Pemerintah Indonesia akan menetapkan 7 pelabuhan hub internasional untuk memangkas biaya logistik. Strategi tersebut untuk menggantikan trashipment ke Singapura.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, penetapan 7 pelabuhan hub internasional akan mempermudah ekspor Indonesia. “Kita sudah bahas 7 hub pelabuhan di Indonesia, kita mau cost yang paling rendah, karena transportation cost itu yang buat harga-harga barang itu naik. Sekarang hub kita itu kan Singapura, padahal kalau kita posisikan Priok jadi hub internasional enggak usah ke Singapura, langsung mau ke Amerika atau Eropa,” ujarnya di Medan.
Keinginan pemerintah menjadikan Tanjung Priok sebagai hub internasional, sebagaimana dikatakan para pebisnis pelayaran, sudah cukup lama. Namun, sampai saat ini masih belum terealisasi. “Masalahnya ada pada tarif. Misalnya, pengapalan petikemas dari Palembang, tapi kapal sandar di terminal MAL, dan kemudian akan lanjut dengan pengapalan di JICT, tarifnya cukup tinggi. Namun kalau di Singapura barang yang pindah dari terminal satu ke terminal lain tak kena biaya, apakah ini bisa dilakukan di Priok,” ungkap Theo Rinastowo, direktur pelayaran IFL kepada Ocean Week, beberapa waktu lalu.
Lagi pula, tambah Asmari, Lukman Ladjoni, maupun Theo, apakah di Tanjung Priok ada kapal-kapal besar yang ready ke negara-negara tujuan barang (ekspor). Memang, mereka mengakui, sudah ada kapal dari Priok direct ke Amerika, Intra Asia, dan Eropa. “Tapi itu belum cukup,” ungkapnya.
Menko Maritim Luhut mengatakan, dengan keberadaan 7 pelabuhan hub, diharapkan ongkos logistik dari transaksi ekspor dapat ditekan sebanyak 35 – 55 persen.
Ke-7 pelabuhan hub internasional itu, yakni Belawan/Kuala Tanjung Sumatera Utara, Tanjung Priok, Kijing Kalimantan Barat, Tanjung Perak Jawa Timur, Makassar Sulawesi Selatan, Bitung Sulawesi Utara, dan Sorong Papua Barat. (***)