Mulai tanggal 8 Juli, BPTJ mengeluarkan Surat Edaran nomor SE 5 Tahun 2019 tentang Penggunaan Gerbang Tol Koja Barat untuk Kendaraan Golongan III , IV dan V. Hal itu untuk mengurangi kemacetan yang hampir setiap hari terjadi di seputaran pelabuhan Tanjung Priok.
“Maksudnya kepada angkutan barang yang dari arah Cilincing, Marunda dan sekitarnya yang tidak melakukan aktivitas di pelabuhan atau terminal peti kemas Tanjung Priok agar menggunakan jalan tol yang melalui pintu masuk tol Koja Barat terhitung mulai tanggal 08 Juli 2019,” kata Ketua DPW ALFI Jawa Barat M. Nuh dalam keterangan tertulisnya yang diterima Ocean Week, Selasa malam.
Meskipun ruas jalan tol dari pintu masuk Koja Barat ini terbilang cukup mahal bagi angkutan barang atau pelaku jasa logistik. “Tapi karena itu aturannya ya terpaksa lewat situ. Namun bagaimana pengawasannya,” ujar Nuh.
Menurut M. Nuh, kondisi akses jalan dari dan menuju pelabuhan utama Tanjung Priok sering terkendala macet hingga berjam jam akibat penyempitan ruas jalan di sekitar pelabuhan, serta kemacetan di ruas jalan tol Jakarta – Cikampek.
” Selain itu, Pembatasan jam truck barang untuk masuk jalan tol Jakarta – Cikampek antara jam 06.00 – 10.00 WIB dan masalah pelarangan masuk truck pada saat hari libur panjang ( termasuk hari raya ),” ucap Nuh di benarkan sekretaris umum Trismawan S.

Nuh menambahkan bahwa kondisi diatas merupakan gambaran tidak sejalannya tujuan pembangunan infrastruktur yang dibangun pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan volume ekspor lewat pelabuhan utama khsusunya pelabuhan Tanjung Priok.
Untuk diketahui, Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah belakangan ini merupakan suatu kerja nyata yang tujuannya untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi regional maupun nasional dalam rangka meningkatkan daya saing usaha serta komoditi unggulan ekspor pada pasar global, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Ini suatu program kerja nyata yang harus dihargai dan didukung semua pihak agar. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur berupa jalan lintas darat (tol) yang menghubungkan kota kota besar disuatu pulau atau menghubungkan sentra ekonomi dan industri menuju pelabuhan utama baik laut maupun udara, namun demikian pembangunan jalan tol ini pada kenyataannya ada beberapa yang kurang sejalan terhadap tujuan mulia dari pemerintah, terutama yang dialami oleh pengusaha dan pengemudi angkutan barang serta pelaku jasa logistik,” ungkapnya lagi.
Karena itu Dewan Pengrus Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia ( DPW ALFI ) Provinsi Jawa Barat, menilai hal itu merupakan tantangan berat serta menjadi hambatan utama untuk meningkatkan kelancaran arus ekspor barang yang melalui pelabuhan Tanjung Priok.
“Saat ini tidak ada pilihan lain selain pelabuhan tersebut untuk kami yang berada di Jawa barat melakukan aktivitas perdagangan internasional (ekspor dan impor). Ini suatu hal yang terlewat batas membuat suatu kebijakan dimana kepentingan korporasi (pengelola jalan tol) lebih diutamakan dari pada kepentingan perekonomian regional bahkan nasional,” kritiknya.
Oleh karenan provinsi Jawa Barat sangat berharap segera diwujudkannya pelabuhan Patimban sebagai alternative atas akses pelabuhan untuk perdagangan internasional yang diharapkan mampu menekan biaya produk unggulan ekspor dari wilayah Jawa Barat ke pasar global. (***)