Kebakaran petikemas di salah satu fasilitas NPCT1 (New Priok Container Terminal) pada Selasa pagi, menarik ketua umum GINSI Capt Subandi untuk menyoroti dan mempertanyakan bagaimana kinerja mereka.
“Npct1 kan mayoritas sahamnya punya Jepang, katanya Jepang kerjanya sudah sangat safety tapi kenapa bisa terjadi kebakaran,” ujar Capt. Subandi kepada Ocean Week, Selasa malam.
Menurut Ketua Umum GINSI ini, bahwa kejadian kebakaran kontainer di NPCT1 dinilainya sebagai fakta ketidak profesionalnya manajemen mengendalikan barang berbahaya yang akhirnya merugikan banyak pihak.
“Managemen NPCT1 jangan lepas tanggung jawab atas kerugian material dan imaterial akibat kebakaran itu. Mengingat perusahaan trucking rugi, pemilik barang rugi, masyarakat rugi,” ungkapnya lagi.
Kata Capt. Subandi, jika NPCT1 tidak bisa mengelola pelabuhan secara profesional seperti halnya JICT, TPK Koja dan IPC TPK, lebih baik mundur dan menyerahkan saja ke perusahaan yang lebih profesional dalam mengantisipasi resiko seperti kebakaran.
“Makanya kalau nggak sanggup, serahkan saja pengelolaannya kepada yang profesional,” tegas Subandi.
Sebelumnya, Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan mengungkapkan akibat kejadian kebakaran kontainer di NPCT1, berakibat trucking merugi hingga puluhan miliar rupiah. “Dampak dari kebakaran itu, macet. Karena macet, pergerakan truk mengangkut barang (petikemas) menjadi terbatas. Macet 3 jam saja, itu sama dengan sehari. Kalikan saja, jika dalam sehari kerugian Rp 2 juta, dikali truk 5.000-an yang beraktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok, sudah Rp 10 M. Bagaimana manajemen NPCT1 mengelola kinerjanya,” kata Tarigan bertanya.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, pihak manajemen NPCT1 belum ada pernyataan mengenai kenapa kebakaran kontainer tersebut terjadi. (***)