Pelabuhan Teluk Bayur menjadi satu dari 24 pelabuhan strategis pendukung tol laut yang diusung pemerintah sejak lima tahun lalu.
Pelabuhan yang berada di kota Padang ini juga bisa diandalkan untuk mengangkut barang-barang komoditi ekspor dari daerah-daerah di Sumatera Barat dan provinsi sekitarnya. Bahkan, sewaktu GM Pelindo Teluk Bayur di pimpin Armen Amir, mimpi menjadikan pelabuhan ini mampu menangani kegiatan ekspor barang curah hingga 5 juta ton sudah didengungkan. Namun sayang, obsesi itu hanyalah pepesan kosong.
Saat ini aktivitas kontainer juga tak bisa diabaikan, karena kontribusi melalui kegiatan disektor inipun cukup besar.
Selain bahan tambang berupa batu bara dan semen hasil produksi perusahaan semen tertua di Indonesia yakni PT Semen Padang, Sumbar juga memiliki potensi produk ekspor yang tak bisa dipandang sebelah mata di mana sebagian besarnya dikirim melalui laut. Lima komoditas andalan yang diekspor melalui pelabuhan Teluk Bayur adalah CPO (minyak sawit), cangkang sawit, batu bara, bungkil pakan ternak dan semen.
Memang kegiatan pengiriman hasil produksi mereka itu dilakukan lewat terminalnya sendiri. Ada 4 terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) di Teluk Bayur yaitu Pertamina, Semen Padang, PLN dan Batubara. Namun, terminal batubara sekarang ini sudah tak difungsikan karena pasok tambang batubara yang untuk sementara dihentikan, dan dermaga inipun jadi terbengkalai.

Karena itu, pihak KSOP Teluk Bayur selaku pemerintah mencoba mengambil alih fasilitas tersebut untuk dimanfaatkan sebagai dermaga umum. Mengingat banyak kegiatan kargo umum dari kapal yang memerlukan dermaga.
Tetapi, niat baik inipun masih terhambat oleh Pelindo karena adanya kebijakan pemerintah yang menyebutkan jika ada TUKS yang akan mengerjakan kegiatan barang umum harus mendapat rekomendasi dari BUP (Pelindo).
“Inipun Pelindo belum kasih ijin, padahal sudah ada kerjasama dengan pihak lain juga untuk menggarap kegiatan disini. Karena tak diberikan rekomendasi, terpaksa nggak bisa,” kata KSOP Teluk Bayur Nazarwin SH kepada Ocean Week, di Kantornya, Jumat kemarin.
Nazarwin juga bercerita, disamping lima komoditi diatas, banyak potensi produk ekspor lainnya yang dimiliki Sumbar. Kabupaten Limapuluh Kota, misalnya, menjadi daerah penghasil gambir terbesar di Indonesia. Gambir dari Limapuluh Kota bahkan memberi kontribusi 50 persen lebih dari produksi gambir nasional.
Begitu pula Kabupaten Pasaman Barat sebagai daerah terbesar penghasil sawit di Sumbar. Komoditas minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi primadona ekspor Sumbar.
Selain CPO dan gambir, ada komoditi ekspor lainnya seperti kakao, pinang, cassiavera, karet, pala, merica, vanile, kopi, coklat, olahan kelapa hingga manggis. “Untuk manggis, Sumatera Barat bahkan merupakan sentra terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Daerah penghasil manggis di antaranya Kabupaten Limapuluh Kota, Tanah Datar, Solok Selatan, Pesisir Selatan, Sijunjung, Padang Pariaman, Agam, dan Kota Padang,” ungkapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatat, pada September 2019, ekspor Sumbar mencapai 138,12 juta dolar AS atau naik 26,68 persen dibandingkan Agustus 2019 yang hanya 109,03 juta dolar AS. Ekspor pada Agustus 2019 itu naik 3,57 persen dibandingkan Juli 2019 sebesar 105,27 juta dolar AS. Ekspor Juli 2019, naik 1,06 persen dibandingkan Juni 2019 yang mencapai 104,17 juta dolar AS. Sedangkan pada Juni 2019 sebesar 104,17 juta dolar AS, naik 3,72 persen dibandingkan Mei 2019 yang hanya 100,43 juta dolar AS.
Pada Agustus 2019 lalu, sebanyak 22,8 ribu ton produk sawit dan turunannya asal Sumatera Barat diekspor ke Cina dan Jepang melalui Teluk Bayur.
Selain produk turunan sawit, pada kesempatan yang sama juga diekspor produk pertanian lain seperti lempeng karet, biji kopi, kayu manis dan produk turunan kelapa (santan, kelapa parut dan air kelapa) dengan total nilai mencapai Rp 212,8 miliar.
Negara tujuan ekspor antara lain Belanda, Spanyol, Norwegia, Cina, Banglades dan Jerman.
Ekspor besar-besaran komoditi di Sumbar menuju pasar dunia merupakan salah satu langkah yang dilakukan IPC/Pelindo II (Persero) Cabang Teluk Bayur untuk mewujudkan misinya menjadi world class.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Pelindo II Teluk Bayur sudah menjalin kerja sama dengan Pelabuhan Fremantle di Australia dan Pelabuhan Chennai di India serta disiapkan juga kerja sama dengan pelabuhan di Pakistan, Bangladesh dan Srilanka.
Lima Pelabuhan
Dulu pernah digagas adanya keinginan mengintegrasikan lima pelabuhan di Sumbar ke Teluk Bayur untuk menurunkan cost logistik.
Lima pelabuhan itu yakni Pelabuhan Muaro, Kota Padang, Pelabuhan Teluk Tapang, Kabupaten Pasaman Barat, Pelabuhan Panasahan, Kabupaten Pesisir Selatan, Pelabuhan Tiram, Kabupaten Padang Pariaman, dan Pelabuhan Tuapejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Integrasian pelabuhan dinilai bisa membuat distribusi barang menjadi lebih efisien karena tidak perlu lagi lewat jalur darat yang mahal. Konektivitas antar daerah dapat menjadi lebih murah dan efisien. Selain itu, integrasi pelabuhan bertujuan untuk mengurangi kelebihan beban jalan, menghemat biaya pemeliharaan jalan karena jalan-jalan tak perlu dilewati angkutan truk bertonase besar serta mengurangi emisi gas buang.
Pelabuhan Teluk Tapang, Pasaman Barat, misalnya, akan efisien untuk angkutan CPO dan komoditas lainnya di wilayah Pasaman dan Pasaman Barat jika dibawa langsung ke Teluk Bayur. Seperti diketahui, Pasaman Barat merupakan daerah penghasil CPO terbesar di Sumbar serta penghasil sejumlah komoditi perkebunan lainnya.
Selama ini, pengiriman CPO dengan menggunakan jalur darat memakan waktu lama dan berisiko terhadap kerusakan jalan serta gesekan dengan pengguna jalan lainnya.
Pelabuhan Teluk Tapang sendiri direncanakan baru akan beroperasi pada 2021 mendatang. Karena saat ini, kondisi jalan menuju pelabuhan masih belum memadai. Bahkan, karena buruknya jalan, jarak tempuh dari Simpang Empat menuju Teluk Tapang mencapai 4,5 jam yang seharusnya hanya dilewati 2 jam perjalanan saja. Selain akses jalan, listrik dan air bersih pun belum tersedia.
Beberapa waktu lalu, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit menyatakan, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menganggarkan Rp40 miliar untuk pembangunan jalan menuju pelabuhan TekukTapang sepanjang 42 kilometer.
“Pengoperasian Pelabuhan Teluk Tapang akan berkontribusi dalam memajukan daerah, karena angkutan utama seperti CPO, ternak, dan potensi lainnya di daerah itu tidak lagi diangkut melalui jalan darat yang tidak efisien, tetapi melewati pelabuhan,” ujar Nasrul Abit.
Demikian halnya dengan Pelabuhan Panasahan, Pessel, dapat mengangkut komoditas perkebunan maupun hasil laut. Begitu pula dengan tiga pelabuhan lainnya dapat saling menyokong guna kelancaran arus logistik dan ke depan bahkan bisa saja untuk arus penumpang.
Dengan integrasi dan standarisasi pelabuhan, efisiensi biaya akan lebih murah melalui laut dibanding darat atau udara. Sehingga, komoditi ekspor akan jauh meningkat dikirim melalui laut. Pengintegrasian dan konektivitas menjadi kunci dalam menjawab tantangan ekonomi global. Karena pelabuhan memegang peranan penting dalam rantai pasok dan distribusi barang.
Untuk mendukung semua itu, pengembangan pelabuhan Teluk Bayur pun dilakukan. Misalnya memperluas dermaga yang saat ini panjangnya 1,4 km dan dapat dikembangkan lagi menjadi 2 km dengan luas lahan 86,24 hektare.
Teluk Bayur juga sudah dilengkapi gudang modern dan menuju lima terminal, yakni terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal semen, terminal batu bara, dan terminal multipurpose.
Sayang, GM Pelindo Teluk Bayur Wardoyo saat dikonfirmasi Ocean Week mengenai hal itu lewat WhatsApp, hingga berita ini ditulis belum memberi jawaban. (***)