Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI Irvansyah mengatakan pihaknya tengah mengajukan draf UU Keamanan Laut (Kamla).
Bakamla tengah merancang konsep untuk merevisi Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Bakamla agar bisa menegaskan posisi badan itu sebagai coast guard Indonesia sekaligus penyidik di laut.
Menanggapi hal itu, pengamat keamanan laut Laksamana (purnawirawan) Soleman B. Ponto menegaskan bahwa Minggu lalu, Komisi 1 DPR RI merencanakan untuk membuat UU Keamanan Laut untuk membentuk Coast Guard. “Untuk diketahui bahwa Coast Guard sudah pernah diatur dalam UU 17/2008 pada tahun 2008, tapi pada taun 2024, Coast Guard dicoret daru UU 17/2008 sebelum dilahirkan. Artinya kita mundur pada situas 17 tahun lalu, berpikir kembali membentuk Coast Guard yang baru saja kita batalkan 3 bulan yang lalu. Artinya dalam 17 tahun kedepan kita akan ada dalam ketidak pastian situasi di laut yang pasti berpengaruh langsung terhadap perekonomian kemaritiman,” ujarnya kepada Ocean Week, Selasa pagi melalui WhatsApp nya.
“Asal jangan melahirkan Coast Guard yang sebelumnya sudah di UU 17 hanya untuk urus masalah administrasi kapal niaga domestik, apalagi sampai masuk-masuk ke wilayah daerah lingkup kerja pelabuhan niaga. Repot pak, ekonomi bisa berantakan,” jelasnya.
Sementara itu, Capt. Zaenal Arifin Hasibuan, pelaku usaha pelayaran sekaligus pengurus INSA menyatakan bahwa setelah kurun waktu 7 tahun tidak bisa menjadikan Bakamla sebagai Coast Guard lewat UU 32 tahun 2014 dan Perpres 178 tahum 2014, Pemerintah pernah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yuridiksi Indonesia.
“Tetapi seperti yang kami prediksi, hal itu tidak akan pernah bisa menjadikan Bakamla sebagai Coast Guard karena memang sejak lahir badan ini bernama Bakamla, dan tidak ada satu kata pun didalam UU 32, Perpres 178 serta PP 13/ 2022 yang menyebut Bakamla sebagai Coast Guard,” ujarnya.
Bahkan pada tanggal Juni 2023, ungkapnya, sudah diadakan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, dimana didalam salah satu usulannya adalah menghapus beberapa pasal didalam UU 17 tahun 2008 khususnya berkenaan dengan pasal Coast Guard. RUU 32 tidak bisa berjalan karena tidak mungkin UU milik KKP mencabut pasal-pasal didalam UU 17 milik Kemenhub.
“Nah setelah direvisinya UU 17 tahun 2008 menjadi UU 66 tahun 2024 dimana pasal-pasal tentang Coast Guard dicopot semua, maka sudah pasti Bakamla kembali kepada keinginan awalnya yaitu menjadi Coast Guard dengan cara merevisi UU 32. Isi revisinya juga mudah ditebak, yaitu mentransplantasi pasal-pasal yang sudah dicopot dari UU 17 tahun 2008 sebelumnya,” katanya lagi.
Hanya saja ada beberapa hal yang tetap menjadi hambatan utama, Bakamla walaupun menjadi Coast Guard tetap tidak bisa menjadi penyidik, dan ini berbahaya karena apapun yang berkaitan dengan Gakkum pasti akan ditangani oleh berbagai instansi kementerian lain yang sudah diatribusikan oleh UU pembentuknya masing-masing.

Jangan lupa, kata Zaenal, walaupun dengan revisi UU 32 serta Perpres 178. maka DPR masih harus merevisi UU TNI nomor 34 tahun 2004 yang menyebut beberapa instansi yang bisa dijabat oleh prajurit aktif dalam pasal 47 (1 dan 2) dimana Bakamla tidak ada didalam 10 nama instansi tersebut.
“Seandainya Bakamla tetap bisa dijabat prajurit aktif, maka pemerintah harus tetap mengacu kepada IMO yang hanya mengurusi kapal niaga. Apakah IMO bisa terima jika kapal-kapal anggotanya (termasuk Indonesia) diperiksa dan dinaiki prajurit aktif?,” ujarnya bertanya.
Menurut pengamat Kemaritiman ini, masalah Coast Guard bukanlah persoalan maunya siapa, tetapi masalah keberlangsungan ekonomi bangsa kepulauan ini. Indonesia terancam gagal mencapai mimpinya untuk menjadi poros maritim dunia karena tidak mampu melahirkan Coast Guard yang secara spesifik mengurusi keselamatan dan keamanan pelayaran niaga.
“Asal jangan melahirkan Coast Guard yang sebelumnya sudah di UU 17 hanya untuk urus masalah administrasi kapal niaga domestik, apalagi sampai masuk-masuk ke wilayah daerah lingkup kerja pelabuhan niaga. Repot pak, ekonomi bisa berantakan,” jelasnya.
Usul RUU
“Untuk menuju Indonesia coast guard kita sedang mengajukan draf undang-undang keamanan laut sama konsep untuk revisi Perpres 178 untuk penegasan bahwa Bakamla sebagai coast guard, juga Bakamla sebagai penyidik di laut,” kata Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI Irvansyah, kepada pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2).
Irvan menyatakan Bakamla sendiri memiliki keinginan untuk menjadi Indonesia coast guard dan memiliki kewenangan penyidikan.
Dia menjelaskan selama ini Bakamla telah memiliki kewenangan untuk menangkap, memeriksa, dan membawa pelanggar di laut untuk membawanya ke daratan. Namun, sambungnya, proses penyidikan kewenangannya ada pada aparat di daratan.
“Untuk diserahkan kepada penyidik di darat. Nah, itu sudah kewenangan sudah sebatas itu, tidak sampai ke penyidikan. Akhirnya itu risikonya bisa saja, selesai kita serahkan bisa lepas,” ucap Irvansyah
Sebelumnya, rekomendasi pembentukan Sea and Coast Guard Indonesia sebagai poros utama (leading sector) muncul dari Wamenko Polkam Letjen TNI (Purn) Lodewijk F, Paulus.
Usul itu merupakan satu dari beberapa rekomendasi yang disampaikan Lodewijk dalam rapat Menko Hukum Ham Imipas, dan Wamenko Polkam dengan Komisi I DPR RI, Selasa (11/2).
Lodewijk mengatakan perlunya satu regulasi khusus yang bersifat tunggal dan integratif untuk mengatur tata kelola di laut.
“Ini lemahnya contoh dulu sudah Bakorkamla, badan koordinasi. Tapi dibubarkan jadi Bakamla. Setelah Bakamla keluar, wewenang koordinasi itu ada, tapi wewenang penegakan hukum tidak ada. Artinya ya itu, Bakamla ini jadi banci lagi ya,” ujarnya kala itu. (***/CNN Indonesia/ow)