Baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan keinginannya supaya biaya logistik nasional bisa ditekan dari 23,5 persen menjadi 17 persen sebelum tahun 2024.
Menanggapi hal itu, Carmelita Hartoto, ketua umum DPP INSA mengemukakan, bahwa Logistik ecosystem memang salah satu usaha untuk menurunkan biaya logistik dengan menggunakan teknologi informasi untuk mengurangi transaksi phisik.
“Tapi itu kan hanya system. Sedangkan rantai logistik kan terdiri dari berbagai mata rantai seperti yang anda sebutkan (pelabuhan, pelayaran, ligistik/Forwarder, truk, dll). Saya rasa masing-masing tahulah kontribusi biaya yang ditimbulkan, dan juga tahulah apa yang menyebabkan biaya tersebut timbul. Jangan kami dari pelayaran yang membuat kesimpulan,” katanya menjawab Ocean Week, Selasa malam, diplomatis.
Menurut Carmelita, pelayaran hanya salah satu mata rantai yang terdiri dari komponen biaya kapital dan biaya operasional. Sebagaimana mata rantai lain juga tahu biaya mereka, dan alasannya kenapa biaya itu timbul.
“Kita tidak mau saling tuduh. Membedah biaya logistik harus dari pihak lain, dari akademisi atau pemerintah sendiri. Saya rasa sudah banyak kajian-kajian dilakukan. Tinggal kemauan dan kemampuan untuk memperbaiki atau menghilangkan setidaknya mengurangi penyebab masing-masing cost tersebut,” ungkapnya.
Menko Marves Luhut, menyatakan sebagaimana tercantum dalam Perpres No. 18/2020 yang sesuai dengan RPJMN 2020-2024. Juga Inpres No. 5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional, maka dapat diselesaikan sebelum 2024.
Untuk diketahui bahwa national logistic ecosystem (NLE) didukung platform yang menghubungkan proses logistik end to end yang memungkinkan proses logistik nasional yang efisien.
NLE berkolaborasi dengan sistem logistik yang sudah ada dan berintegrasi dengan fase logistik yang belum didukung sistem logistik (tergantung tingkat maturity).
Kemenhub sangat mendukung NLE yang diwujudkan melalui Simlala (surat perijinan pengoperasian kapal asing dan domestik, sertifikasi keselamatan kapal, trayek kapal). Lalu melalui Inaportnet (waktu kedatangan dan keberangkatan kapal, data YOR). Selain itu melalui Sitolaut (pertukaran data dalam informasi ruang muat kapal tol laut, data kuota dan jadwal kapal tol laut).
Belum lama ini Menko Luhut meluncurkan Batam Logistic Ecosystem, dan telah berjalan untuk pertukaran STS diwilayah kepulauan Riau, percepatan persetujuan perijinan/PKKA wilayah anchorage untuk kapal asing.
Dalam Era Logistik Ecosistem ini memiliki manfaat menurunkan biaya logistik, sharing kapasitas logistik, menumbuhkan ekonomi digital, meningkatkan transparansi layanan, mengurangi mata rantai logistik, juga menghilangkan proses manual.
“Salah satu langkah yang telah diambil pemerintah adalah meluncurkan Batam Logistic Ecosystem (BLE). Hal ini adalah awal penyederhanaan proses logistik di pelabuhan Indonesia khususnya Batam sehingga bisa mempersingkat waktu layanan dan berlaku selama 24 jam per minggu,” katanya dalam siaran persnya.
Luhut berharap BLE bisa mendorong lebih banyak investasi masuk ke dalam negeri. Dengan begitu, akan berimbas baik untuk pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan di Batam, secara khusus dan Provinsi Kepulauan Riau pada umumnya.
Membahas cost logistik, apalagi jika sudah menyangkut siapa penyumbang high cost logistik, pasti tak ada yang berani jujur membukanya.
Biasanya mereka (para pemain yang terlibat di komponen cost logistik) justru saling tuding, misalnya dari pihak pelabuhan menyatakan jika biaya di pelabuhan sudah jelas, begitu pula pelayaran juga mengaku ongkos angkut kapal sudah ditentukan, tracking begitu pula. Sedangkan usaha logistik/Forwarder juga tak mau mengakui jika pihaknya menjadi salah satu penyumbang high cost logistik.

Sementara itu, Penasihat DPP INSA Sunarto menyoroti bagaimana tarif pelabuhan antara pelabuhan klas 1 dan klas 2 atau 3 yang tarifnya lebih mahal dari pelabuhan klas 1.
“Contoh konkrit untuk pembongkaran kapal 40.000 dwt di pelabuhan klas 1 diberi waktu 11 hari, tetapi di pelabuhan kelas 2 atau 3 diberikan waktu hanya 8 hari? Apakah service dan alat pembongkarannya di pelabuhan kelas 2 atau 3 sudah lebih baik dari klas 1, untuk biaya tug boat dasarnya kan house power (HP) dari tug boat tetapi kapal besar pun tidak sesuai dengan aturan tetapi biaya lebih besar. Kami dari INSA hanya minta di tinjau ulang tarif-tarif tersebut apa betul temuan kita, panggil INSA duduk bersama selesaikan dan INSA tidak minta turun tarifnya, hanya kalau salah di koreksi dan harus berdasarkan NO SURVICE NO PAY,” kata owner Pelayaran Gurita Lintas Samudera ini.
Tapi, kata Sunarto, apa yang dijawab oleh pihak Pelindo (PT Pelindo IV-red), bahwa mereka mengakui biaya logistik itu 24 % di pelabuhan tetapi pelabuhan 2 cuma 8%, sementara menurut INSA sampai 30pct hingga 31 pct. “Dan ironisnya kata pihak Pelindo IV yang riil diterima pelindo cuma 4 pct, yang lain banyak organisasi di dalam?.
“Lucu kan meres pelayaran untuk nyogok didalam,” ungkap Sunarto kepada Ocean week, beberapa waktu lalu.
Pengamat kemaritiman Capt. Zaenal kepada Ocean Week mengungkapkan untuk mengurai cost logistik, sebaiknya semua pihak terkait duduk satu meja, membicarakannya dimana sebenarnya akar persoalan high cost logistik ini.
INSA juga sedang mendiskusikan mengenai hal tersebut. (**)