Sebanyak 66 kontainer limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dilarang kantor Bea Cukai untuk dikirim dari Batam ke Bogor, Jawa Barat. Akibatnya, kontainer-kontainer itu menumpuk di Pelabuhan Batuampar, Batam.
Menurut Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, OK Simatupang, persoalan pelarangan itu bermula dari adanya pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tiga kontainer pengangkut limbah B3 di Pelabuhan Tanjung Priok asal Batam yang disinyalir limbah kiriman dari luar negeri.
Setelah temuan tersebut, maka sejak 29 Januari lalu Bea Cukai Batam menghentikan pengiriman limbah B3 dari Batam menuju tempat pengolahan limbah B3 di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat sesuai ins-truksi dari KPK. Pengiriman baru bisa dilakukan apabila Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menerbitkan rekomendasi pengiriman.
“Seharusnya jika salah satu perusahaan melakukan kesalahan, jangan satu Pulau Batam yang kena imbasnya. Tolong KPK telusuri perusahaan yang bersalah tersebut,” kata OK Simatupang.
OK mengatakan, ada sejumlah urusan yang tidak boleh dibuat ribet, yakni soal listrik, air, limbah, dan perizinan. Sebab hal-hal itu merupakan indikator yang membuat investor mau menanamkan modalnya di suatu tempat. “Soal gaji naik, mereka juga tak ada masalah asal jangan diganggu saja yang empat itu,” ujarnya.
Persoalan ini menimbulkan keresahan karena sejak peng-hentian tersebut, banyak perusahaan di kawasan indus-tri terpaksa menimbun limbah B3 di dalam perusahaan atau membawanya ke Kawasan Pengoalahan Limbah Industri (KPLI) BP Batam di Kabil. “KPLI di Kabil itu merupakan tempat penimbunan sementara limbah B3 yang sudah melebihi kapasitas,” ucapnya.
Di kawasan industri, penumpukan limbah B3 banyak memakan kapasitas sehingga menggangu kegiatan produksi. Sedangkan tempat penampungan limbah sementara di dalam kawasan industri juga sudah penuh.
“Jadinya ada 66 kontainer menumpuk di Batuampar karena tidak boleh dikirim ke Jawa,” ucapnya.
Persoalan ini juga merugikan pengusaha yang mengangkut limbah B3.
“Mereka merasakan imbasnya karena menunggu keputusan pemerintah pusat yang tidak tahu sampai kapan akan keluar,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea dan Cukai Tipe B Kota Batam Susila Brata mengatakan, sebenarnya persoalan ini masih menunggu arahan dari Kementerian LHK.
Sebab kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya Bakar tersebut memiliki wewenang soal pengiriman limbah di Indonesia.
“Ini sudah beberapa kali dibahas di Kementerian LHK. Kita masih menunggu penjelasan bagaimana prosedur dan persyaratannya,” ujar Susila.
Tanpa petunjuk dari Kementerian LHK, Bea Cukai belum bisa membuka pengiriman limbah B3 dari Batam ke Jawa.
Sedangkan Kepala Kantor Pengelolaan Limbah Badan Pengusahaan (BP) Batam Iyus Rusmana mengatakan, persoalan ini memang merugikan investor.
“KPLI milik BP Batam cuma tempat penampungan sementara saja. Dalam waktu tertentu harus dikirim ke pihak pengolah. Industri yang meng-hasilkan limbah B3 juga tidak bisa menumpuk limbahnya lama-lama,” paparnya.
Di Batam, sudah banyak perusahaan industri yang mengantongi manajemen lingkungan hidup ISO 14000. Dengan kata lain, perusahaan tersebut mampu menjaga lingkungan dengan baik
“Tapi jika terus seperti itu, maka ISO-nya bisa dicabut. Padahal sebelumnya, selama lebih dari 20 tahun tak pernah ada masalah,” ucapnya.
Dia meminta kepada KPK, jika menemukan kejanggalan sebaiknya dibuka saja. “Jika ada kesalahan, sama-sama kita perbaiki dengan cepat tanpa mengganggu jalannya pengiriman limbah B3,” paparnya.
Iyus juga berharap Kementerian LHK segera mengambil sikap, karena sikap KPK ternyata juga tergantung dari LHK. “Maka Bea Cukai akan melaksanakan jika memang Kementerian LHK sudah mengizinkan dan klir,” tegasnya. (bp/**)